Trending
Jumat, 21 Juli 2017

Joshua Mulia Simandjuntak

  • Share
  • fb-share
Joshua Mulia Simandjuntak

Di dalam negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, sektor Industri Kreatif mulai memegang peran yang cukup besar. Beberapa waktu lalu, MLDSPOT bertemu dengan Joshua Mulia Simandjuntak, Deputi Pemasaran BEKRAF untuk berbicara mengenai keadaan industri kreatif di Indonesia dan apa saja upaya BEKRAF untuk meningkatkannya.

 

BEKRAF ini mulai berdiri dari tahun 2015. Sampai saat ini, seberapa besar perkembangan industri kreatif di Indonesia?

Yang jelas nilainya sekarang sudah meningkat. Kira-kira delapan ratus lima puluh dua triliun kontribusi industri kreatif terhadap PDB (pendapatan domestik bruto). Memang industri kreatif itu dari dulu sudah ada, hingga muncul pertanyaan lantas BEKRAF kehadirannya untuk apa? Sebenarnya simple, kehadiran BEKRAF itu untuk menciptakan ekosistem.

Ekosistem itu untuk apa? Untuk mengakselerasi pertumbuhan. Saya juga dulu pelaku kreatif. Benar, industri desain produk ada dan berjalan tapi mungkin berjalan di tempat, dengan adanya BEKRAF kami berharap dan juga dari para stakeholder, ekosistemnya bisa tercipta dan langkah itu semakin cepat. Kalau kita harus menunggu mungkin 50 tahun untuk maju dan untuk ada sebuah centre for craft, mungkin dengan adanya BEKRAF dalam waktu dekat sudah ada knowledge center, design centre, dsb. Di situlah kehadiran BEKRAF”

 

 

Dari 16 subsektor yang di bawah naungan BEKRAF, apakah ada yang perkembangannya lebih diprioritaskan?

Kita tuh ada tiga yang dikatakan sektor prioritas, film dan animasi, aplikasi dan games, kemudian musik. Kenapa dikatakan prioritas karena mereka mempunyai potensi yang besar, tetapi belum tersentuh. Bahkan seperti musik potensinya besar sekali. Ekosistem royalti itu sebagai contoh, itu belum berjalan sama sekali. Mungkin saat ini, indonesia itu salah satu negara yang musisi bisa mati dalam keadaan miskin. Saya bilang salah satu negara karena saya tidak tahu di Afrika ada royalti atau tidak, tapi di indonesia itu terjadi seperti Mbah Surip yang ringback tone-nya menghasilkan milyaran rupiah tapi penciptanya tidak mendapatkan apa-apa dan meninggal dengan kondisi yang mengenaskan.

Makanya ini menjadi sektor prioritas, tapi ada namanya sektor unggulan, ada tiga yaitu fashion, kriya, dan kuliner. Nah, unggulan ini memang sudah berjalan, sudah menimbulkan nilai ekonomi. Kriya sudah mengekspor, sudah bisa menghidupi satu desa. Kalau musik itu band mungkin 5 orang, kalau kriya itu bisa satu desa bikin keranjang semua. Itu baru satu, kalau dipikirkan itu ada berapa juta pengkriya seperti itu diseluruh Indonesia, nah di sinilah dukungan ini karena demikian besarnya stakeholder yang terlibat, bagaimana kreatifitas itu bisa akselerasi kemajuan mereka ini agar memberikan nilai tambah ekonomi. Itu salah satu contoh kenapa itu menjadi subsektor unggulan. Tapi ada sepuluh lagi yang lain kita tetap dukung dalam proporsinya masing masing.

 

Bisa dilihat bahwa banyak generasi muda yang lebih tertarik dengan kesenian atau produk-produk dari luar negeri. Apa upaya BEKRAF untuk menarik perhatian para generasi muda ini untuk tertarik atau bahkan ikut campur dalam pengembangan industri dalam negeri?

Ini sangat menarik karena ini ada sebuah rangkaian actions to contribute to the solution, jadi ini ada beberapa hal, kita bagi tiga ya. Satu, adalah pelaku kreatifnya itu sendiri. Pelaku kreatif ini harus kita siapkan juga untuk menciptakan produk-produk yang bekualitas dan dia bisa mengkomunikasikan produknya dengan baik. Kan sering ya, “Aduh, kalau beli barang indonesia, kalau makanannya enak ya tapi packaging-nya kurang,” Nah itu harus dibenahi. Kemudian itu tadi dari SDMnya, SDMnya udh oke, produknya bagus packaging-nya keren, jualannya kemana nih? Nah ini juga harus dibenahi.

Nah oke, berikutnya adalah konsumennya. Tadi kita pelaku kreatifnya, kemudian titik temunya yang harus kita tingkatkan, kemudian konsumennya sebenarnya yang harus kita berikan pemahaman. Salah satu fokus kita adalah untuk peningkatan citra positif dari produk dan jasa kreatif kita karena ini nanti akan bersambung semua. Ya ini juga saya alami sendiri ya jadi saya ambil contoh di desain produk. Desain mebel lah misalnya. Kalau buatan Itali, desainnya biasa-biasa saja, kualitasnya so so lah, itu jualnya gampang, bahkan dengan harga yang tinggi karena buatan Itali-nya itu. Desain indonesia, award winning design misalnya ya, kemudian pengerjaannya bagus, megap-megap gitu jualannya susah sekali. Kita bisa mengcounter itu dengan berbagai campaign.

Comments
Iriyandi
Let's do it
Susiana Saputri
Mantap banget