Trending
Jumat, 19 April 2019

Adhitia Sofyan, Musisi Kamar yang Mendunia

  • Share
  • fb-share
Adhitia Sofyan, Musisi Kamar yang Mendunia

“Sesuatu di Jogja” kerap menjadi anthem song saat orang-orang mengunjungi kotanya para mantan alias Jogja. Tapi, tahukah lo kalau lagu ini diciptakan melodinya dulu sebelum liriknya? Bukan hanya itu, ternyata Adhitia Sofyan menuliskan lagu ini sebagai bentuk keharusan dalam usaha mengejar deadline.

Nggak diduga, lagu ini justru jauh lebih booming ketimbang “Adelaide Sky” dan lagu-lagu di album “Silver Painted Radiance” yang memenangi dua penghargaan pada AMI Awards 2016! Supaya nggak penasaran dengan proses kreatif Adhitia Sofyan yang punya kecenderungan menciptakan musiknya dulu ketimbang lirik, simak dulu kisahnya di sini!

 

Memang Ada Sesuatu di Jogja

Sebenarnya Adhitia senangnya dikenal sebagai musisi yang happy bukan gloomy

“Memang ada sesuatu di Jogja, tapi gue cuma bisa cerita hal-hal yang bisa gue share aja,” kata pria berusia kepala empat ini. Ketika sudah menemukan musik yang pas, dan Adhitia sedang dalam proses mencari lirik, ilham cerita tentang Jogja tiba-tiba saja menyelinap ke dalam musiknya.

Kedekatan dengan Jogja karena lama tinggal di Solo membuat Adhitia memiliki banyak memori tentang Jogja. “Gue banyak menghabiskan weekend di Jogja. Jogja adalah sesuatu yang gue nanti-nantikan sejak kecil. (Saat mencari lirik,) tiba-tiba kenangan itu muncul dan terciptalah Sesuatu di Jogja,” cerita Adhitia lagi.

Proses membuat lagu ala Adhitia Sofyan memang seperti ini. Biasanya dia mengurung diri di kamar, kemudian mengambil gitar, mencoba-coba chord, baru liriknya dicari sambil memikirkan kisah apa yang kira-kira cocok dengan musiknya. Adhitia akan mulai bergumam, mencari kata-kata yang pas dan menjelaskan rangkaian chord-nya.

Durasi proses pembuatan musik dan penemuan liriknya ini berbeda-beda. Ada yang memakan tahun, ada juga yang hanya dalam waktu 30 menit. Adelaide Sky sendiri dibuat dalam waktu kurang dari 30 menit, sedangkan lagu “Seniman” dibuatnya sejak 2008 dan baru selesai di 2015.

“Kalau ditanya kenapa lama, bingung juga jawabnya. Ketika musiknya jadi, gue kira itu lagunya tentang cinta tapi ternyata nggak. Gue selalu meyakini segala sesuatu punya timing-nya. Sama seperti jalan gue di musik, kalau nggak ditolak di Berklee, gue nggak akan menjadi Adhitia Sofyan yang sekarang,” ujarnya.

 

Bikin Musik di 2008 Jauh Lebih Gampang

Kegemarannya akan musik terinspirasi oleh ayah dan ibunya yang  merupakan seorang pengajar organ.

Bagi pria yang sempat tinggal di Amerika dan Australia ini, membuat musik di tahun 2008 jauh lebih gampang ketimbang di masa sekarang. Kalau dulu, dia tinggal ambil gitar, bikin lagu, terus upload di sound cloud.

Kalau sekarang harus banyak gimmick-nya. “Lo harus punya ribuan gimmick untuk membungkus lagu lo sebelum akhirnya release,” curhat Adhitia. Harus buat web series, podcast, pesta, juga trailer, hal-hal yang terkadang dirasa Adhitia justru terkesan lebih dipentingkan ketimbang esensi lagu tersebut.

“Padahal produk gue lagu tapi kayaknya terkadang (terasa) lebih penting gimmick-nya deh,” ujarnya. Adhitia terkadang lelah dengan kompleksnya usaha untuk meluncurkan sebuah lagu atau album. Tapi, zaman memang sudah berubah dan kerumitan tersebut mau nggak mau harus diikuti.

“Yah, bagus sih menantang tapi kayaknya buat orang-orang tua kayak gue bikin pusing,” cetusnya. Walaupun begitu, sebagai bagian dari proses Adhitia tetap menjalani strategi-strategi gimmick dan pemasaran yang happening sekarang.

Kolaborasi dan mencari produser termasuk dua hal yang sudah ia coba. Kalau selama ini dia selalu memproduseri lagunya sendiri, kini Adhitia mencoba mencari produser lain supaya ada sudut pandang dan warna berbeda dari yang biasanya.

Kolaborasi juga menjadi salah satu bentuk strategi yang ia coba. Adhitia nggak terlalu suka dengan kolaborasi yang hanya sekadar proyek, karena itu duetnya bareng Ify Alyssa yang berjudul “Dua Insan” ini bukan semata "kerjaan" untuk mendulang kesuksesan.

Bagi Adhitia, kolaborasi harus memiliki chemistry yang dibangun secara organik. “Bukan karena tiba-tiba musisi ini lagi tenar, (jadi langsung) kontak manajernya untuk kolaborasi,” jelas Adhitia.

Dengan Ify, Adhitia punya koneksi tersendiri. Dia mengaku sudah mengenal Gerald Situmorang—suami Ify sejak lama dan Ify sendiri juga pendengar lagu-lagu Adhitia Sofyan. “Gue nggak mau yang very cooperation, nggak ada feel-nya,” katanya sembari menambahkan kolaborasi selanjutnya tinggal menunggu petunjuk semesta.

 

Temukan Warna Lo!

Mengaku dari dulu suka pelajaran Seni dan nggak suka hitung-hitungan seperti Matematika dan Fisika

“Menulis lagu (itu) harus jujur,” itu kata Adhitia saat diminta tips yang bisa dibagikan untuk para musisi muda. Bagaimana menemukan lagu yang jujur? “Tulis saja apa yang sekarang ada di kepala lo. Ambil gitar, temukan chord-nya dan tuangkan apa yang ada di dalam kepala,” tutur Adhitia.

Urusan memperindah kata-kata itu akan datang dengan sendirinya. Yang penting, lo sudah tahu apa yang mau lo sampaikan. “Gue selalu percaya lagu adalah bagian dari self-healing. Kenapa nggak memulai menulis lagu dari sini?” demikian sarannya.

Kemudian, dia juga mengatakan bahwa banyak anak muda sekarang yang sering mencari second opinion dan insecure sendiri dengan karyanya. Hal inilah yang menurutnya membuat karya tersebut stuck. “Nggak perlu orang suka dengan karya lo. Yang penting lo suka aja dulu!” tegas Adhitia.

Kemudian, saran darinya yang terakhir yaitu kumpullah dengan komunitas, mulai manggung dengan lagu sendiri, coba-coba belajar rekaman. “Harus gaul! Jangan main di kamar dan mengurung diri. Yah, walaupun it works buat gue sih, hehehe,” tuturnya santai sambil tertawa.

 

Comments
Mursidin
Keren banget
Agung Sutrisno
Banyak pemuda mencari second opinion dan insecure sendiri dengan karyanya.