Trending

Tahu Lebih Dalam Budaya Thrifting: Dari Dulu Sudah Ada, Bro!

Kalau sampai sekarang ini ada teman lo yang ngaku suka banget thrifting tapi kalau ditanya thrifting itu apa dan hanya bisa menjawab hunting baju atau apparel lainnya di tempat-tempat tidak seperti toko retail lainnya, lo bisa kasih artikel ini ke dia buat dibaca baik-baik.

Eits, tapi lo sendiri, apakah tahu kalau thrifting itu apa? Secara praktik, memang thrifting kurang lebih adalah kegiatan hunting apparel yang masuk ke kategori vintage atau klasik dan biasanya untuk mendapatkan barang-barang yang unik, lo bisa blusukan ke pasar-pasar loak dan sejenisnya.

Percaya atau tidak, dibalik dari kegiatan ini, ada soul tersendiri dari thrifting, lho. Kegiatan ini tidak hanya membeli barang-barang bekas saja tapi ada kepuasan tersendiri, di mana lo ternyata bisa mendapatkan barang yang keren bahkan rare dengan harga yang jauh lebih murah.

Dari soul ini, memang para pelakunya dituntut untuk menikmati setiap prosesnya. Ngomong-ngomong, apakah lo sudah pernah coba untuk thrifting? Di mana nih lo biasa mencari barang unik nan langka tersebut, Pasar Senen kah?

Sebelum lo berangkat ke berbagai tempat yang biasa anak muda datengin untuk thrifting, ada beberapa hal yang mesti lo ketahui soal budaya atau culture yang satu ini. Kenapa bisa dibilang budaya? Karena thrifting sudah ada sejak lama, bro! Nah, baru tahu, kan?

Buat lo yang ingin mendalami kegiatan thrifting – sekarang lo bisa simak bahasan kali ini sampai habis, supaya makin paham kalau thrifting itu sangat kompleks dari segi sejarahnya. Penasaran? Selengkapnya di bahasan kali ini ya!

Mulai Dari Tahun 1760 – 1840:

Percaya atau tidak ya, pada rentang tahun seperti itu, masyarakat di luar sana menganggap kalau pakaian yang adalah tipe barang sekali pakai lalu buang. Hal ini terkait dengan produksi masal yang terjadi sehingga barang mudah sekali didapat dan murah.

Di rentang periode waktu ini juga, masyarakat di luar sana jadi lebih konsumtif dan dengan pemahaman seperti itu, banyak barang-barang atau apparel fashion yang akhirnya menumpuk begitu saja dan dibuang.

Barang yang dibuang-buang itu, biasanya akan diambil dan dipakai oleh para imigran. Terkait dengan hal ini, Salvation Army, seperti sebuah komunitas di mana mereka fokus mengumpulkan barang-barang yang tidak terpakai lagi ke sebuah tempat tersendiri.

Mereka yang merasa pakaiannya sudah banyak sekali dan menumpuk, bisa disumbangkan ke Salvation Army. Komunitas ini membagikan barang-barang tersebut kepada mereka yang kurang mampu. Tidak hanya pakaian, mereka juga membagikan makanan dan layanan sosial lainnya. Inspiratif!

Masuk ke Tahun 1920an

Di mana tahun ini adalah tahun terjadinya krisis besar-besaran di Amerika. Banyak orang yang akhirnya tidak memiliki pekerjaan dan tidak punya lagi kemampuan untuk membeli pakaian baru. Sehingga, ide untuk memilih alternatifnya adalah berbelanja di thrift shop.

Pada masa itu, thrift shop bahkan dianggap atau dikategorikan sebagai department store, lho. Di Amerika sendiri, thrift shop terbesar adalah Goodwill Industries.

Selain Goodwill Industries, Buffalo Exchange juga jadi salah satu thrift shop yang besar dan sukses karena berhasil membuka berbagai cabang di Amerika. Di toko yang satu ini, masyarakat atau anak mudanya bisa membeli, menjual bahkan menukar barang apparelnya.

Kurt Cobain’s Moves!

budaya thrifting dan bagaimana kondisinya di Indonesia

Credit Image: highsnobiety.com

Di tahun 1990an – memang secara tidak langsung, tapi penampilan dari Kurt Cobain seperti mempromosikan thrifting style. Menggunakan jeans bolong, atasan dengan banyak lapisan atau layer, dan beberapa apparel yang cukup unik.

budaya thrifting dan bagaimana kondisinya di Indonesia

Credit Image: nationalpost.com

Disinyalir barang-barang tersebut tidak ada di retail shop sehingga untuk mengikuti mode seperti itu, banyak kalangan yang akhirnya terjun ke thrift shop.

Tahun 2000an Sampai Sekarang?

Percaya atau tidak, anak muda sekarang atau millennial dan generasi muda lainya sudah tidak malu lagi menggunakan barang second bahkan disinyalir mereka malah bangga karena proses mendapatkan barang tersebut mereka begitu nikmati.

Terlebih, barang yang mereka dapat dari thrift shop adalah barang langka yang bisa saja, kalau mereka jual lagi, harganya malah melangit! Tingginya harga tersebut bisa jadi dipengaruhi oleh faktor kelangkaan barang dan kondisinya sendiri.

Dari momen seperti ini, industri thrifting di Indonesia meningkat tajam. Tidak hanya thrift shop dengan bentukan fisik atau offline store – dengan kemajuan teknologi sekarang ini juga, thrift shop juga muncul sebagai online store dengan berbagai metode pembayaran virtual yang memudahkan anak muda untuk bertransaksi pada waktu seperti ini.

Wah bagaimana nih? Dari segala penjelasan di atas – sudah cukup clear kalau thrifting adalah budaya yang sudah ada sejak dahulu, dan sekarang hanya diteruskan dan malah semakin hype! By the way, lo ada rencana cari barang apa lagi nih di thrift shop langganan?

Feature Image – ponta.co.id