Trending
Senin, 30 Oktober 2017

Masuk Festival Internasional, 6 Film Indonesia Ini Juga Memenangkan Kategorinya

  • Share
  • fb-share
Masuk Festival Internasional, 6 Film Indonesia Ini Juga Memenangkan Kategorinya

Dunia Perfilman Indonesia memang semakin berkembang pesat, sudah mulai banyak bioskop-bioskop Indonesia yang dipenuhi oleh film-film tanah air. Perfilman Indonesia memang nggak cuma bersaing dengan film Indonesia itu sendiri, tapi juga dengan film-film luar negeri. Bayangkan, masih banyak orang yang lebih tertarik untuk menonton film luar negeri. Nggak ada masalah juga sih kalau lo lebih suka nonton film luar negeri, toh sama-sama menghibur. Namun, sangat disayangkan kalau kamu juga nggak membantu memajukan perfilman Indonesia dengan menonton karya-karya sineas tanah air.

Film-film Indonesia nggak kalah keren kok. Buktinya, karya sineas tanah air ini juga mampu bersaing di festival film internasional. Terkadang, ada juga film-film yang di Indonesia nggak terlalu terdengar, tapi berhasil masuk dalam festival film internasional. Nggak sekadar masuk festival film internasional, film-film karya sineas Indonesia ini juga meraih penghargaan di sana. Apa aja sih film-filmnya? Sudah nonton belum?

 

Prenjak (In the Year of Monkey) (2016)

Film pendek karya sutradara Wregas Bhanuteja ini sempat mencuri perhatian dan membanggakan Indonesia di tahun 2016. Sebab, film ini berhasil meraih penghargaan menjadi film pendek terbaik di Semaine de La Critique 2016, Cannes. Semaine de La Critique merupakan salah satu festival independen terpenting yang diselenggarakan bersamaan dengan Festival Cannes. Selain itu, di tahun yang sama “Prenjak” juga mendapatkan penghargaan Film Pendek Asia Tenggara Terbaik di Singapore International Film Festival.

Film asal Yogyakarta ini berkisah tentang perjuangan seorang wanita yang rela menjual dirinya untuk mendapatkan uang. Semasa kuliahnya, Wregas sudah pernah membuat film pendek berdurasi 3 menit dengan judul “Ciblek”. Ciblek adalah sebuah nama burung prenjak Jawa yang suka banget berkicau, yang mampu menggambarkan perjuangan wanita tersebut. Film “Prenjak” ini adalah daur ulang dari film “Ciblek” yang ditambahkan durasinya.

 

Si Anak Kampoeng (2011)

Film yang popular di luar negeri dengan judul “The Village Boy” ini berhasil membuat Indonesia bangga dengan memenangkan kategori The Best Family Film di Canada International Film Festival (CIFF) pada tahun 2015. Ternyata nggak cuma di Kanada, Film ini berhasil mendapatkan penghargaan lainnya seperti Sutradara Terbaik untuk Demien Dematra dan Editor terbaik untuk Virda Anggraini dan Damien Dematra di London International Film Festival. Dalam Los Angeles Movie Awards, film ini juga memenangkan beberapa kategori seperti Best Screenplay untuk Damien Dematra, Best Actor untuk Radhit Syam, Best Costume Design, dan Film Internasional terbaik “Award of Excellence”, dan masih banyak lagi penghargaan-penghargaan lainnya.

Film yang disutradarai oleh Damien Dematra ini berlatar tahun 1930-an – 1950-an, bercerita tentang masa kecil tokoh Syafii Maarif, dia merupakan anak yang terpandang di Nagari Sumpur Kudus, Sumatera Barat. Sepeninggalan ibunya, Syafii tinggal bersama tantenya dan dibesarkan dalam budaya Minang yang matriarkal. Syafii merupakan anak yang pandai, Ia sempat lompat kelas saat belajar di Sekolah Rakjat. Lulus dari sekolah Rakjat, Syafii melanjutkan sekolah di Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah, Sumpur Kudus. Namun, Syafii terpaksa putus sekolah karena ada perang revolusi pada tahun 1947-1950, keadaan sangat kacau, madrasah nggak sanggup mencetak ijazah kelulusan. Syafii pun harus pindah ke Muhammadiyah Yogyakarta, tapi lagi-lagi kesempatan itu terhenti dan Syafii harus menunggu setahun lagi karena kelasnya penuh. Namun, Syafii nggak patah semangat, segala usaha dijalankan, dan terus berdoa sampai Ia merasa jalannya yang berliku kembali lurus.

 

Laskar Pelangi (2008)

“Laskar Pelangi” adalah sebuah film karya Riri Riza yang diadaptasi dari novel yang ditulis oleh Andrea Hirata. Film ini juga salah satu film Indonesia yang mendatangkan banyak penonton karena ceritanya yang menarik dan menjadi fenomenal di tahun 2008. Penghargaan internasional pun berhasil diraih film ini. Dua kategori, yaitu Best Film dan Best Editing di ajang Asian Film Awards yang digelar di Hongkong berhasil dibawa pulang oleh film “Laskar Pelangi”. Tahun 2009, “Laskar Pelangi” juga meraih penghargaan di The Golden Butterfly Awards, dan Signis Award dalam Hongkong International Film Awards. Nggak berhenti sampai di situ, tahun 2010 film ini kembali meraih penghargaan internasional sebagai Best Film di International Festival of Films for Children and Young Adults di Hamedan, Iran. Masih di tahun yang sama, “Laskar Pelangi” meraih penghargaan Best Film di ajang Asia Pacific Film Festival.

Film yang berlokasi di Belitung ini menceritakan tentang sekumpulan anak-anak yang bersekolah dan belajar pada kelas yang sama dari kelas 1 SD sampai kelas 3 SMP di Muhammadiyah, Gantung, Belitung Timur. Oleh guru mereka yang bernama Bu Muslimah, mereka diberi nama Laskar Pelangi. Gedung sekolah yang mereka tempati sebenarnya sudah nggak layak untuk ditempati, kodisinya seperti hampir roboh. Belum lagi ditahun-tahun pertamanya, sekolah itu terancam dibubarkan oleh Depdikbud Sumsel jika siswa barunya nggak mencapai 10 anak (saat itu ada 9 anak), didetik-detik terakhir sebelum pidato penutupan sekolah, seorang anak laki-laki bernama Harun datang, alhasil sekolah tersebut nggak jadi ditutup. Konflik pun semakin banyak, namun, Bu Mus tetap berjuang membantu anak-anak yang kurang mampu di desa Gantung untuk menuntut ilmu.
 

Pintu Terlarang (2009)

Film “Pintu Terlarang” (Forbidden Door) juga berhasil membuat Indonesia bangga. Memang, di Indonesia sendiri film ini kurang mendapatkan respon yang bagus, tapi film ini cukup mendapat tanggapan yang positif dunia internasional, sampai-sampai mendapatkan penghargaan. Film yag disutradarai oleh Joko Anwar ini berhasil meraih penghargaan Best Film di Puchon International Fantastic Film Festival 2009. Di tahun yang sama, film ini juga terpilih sebagai official selection Golden Kinnaree Award di Bangkok International Film Festival 2009. Film yang dibintangi oleh Fachri Albar ini juga dinobatkan menjadi salah satu dari 100 film terbaik dunia di majalah “Sight and Sound” asal Inggris.

Pintu Terlarang merupakan film bergenre horor yang diadaptasi dari novel dengan judul yang sama karya Sekar Ayu Asmara. Bercerita tentang seorang lelaki bernama Gambir yang hidupnya hampir mempunyai segalanya. Dibalik kehidupannya yang sukses, ternyata Gambir punya kehidupan yang kelam, sebab hubungan dengan istrinya, Talyda, nggak seharmonis yang dilihat banyak orang. Sebelum menikah, Talyda pernah mengandung anak dari Gambir, dan mereka berdua sepakat menggugurkannya. Talyda juga seperti mempunyai rahasia yang disimpan, dimana Gambir nggak diperbolehkan untuk membuka sebuah pintu berwarna merah yang tersembunyi di rumah mereka. Nggak sampai disitu,m Gambir pun merasa ada seorang anak kecil yang meminta tolong padanya untuk diselamatkan.

 

SITI (2016)

Sebuah film bisa dikatakan sukses bukan hanya karena ditonton oleh orang banyak, tapi juga karena diapresiasi dalam bentuk penghargaan. Lucunya, di Indonesia ada beberapa film yang nggak laris-laris banget, tapi justru mendapatkan penghargaan. Film “SITI” contohnya, mungkin nggak banyak orang Indonesia yang tahu film ini. Namun, film ini berhasil mendapatkan tiga piala Citra. Nggak cuma dari dalam negeri, ternyata film ini juga diapresiasi di kancah internasional. Film karya Eddie Cahyono ini memenangkan kategori Best Scriptwriter di Shanghai International Film Festival dan kategori Best Performance di Singapore International Festival.

Film ini bercerita tentang perjuangan seorang wanita (Siti) penjual kerupuk di Parangtritis yang juga berprofesi sebagai pemandu karaoke di malam hari. Hidup Siti bisa dikatakan cukup pilu, setelah suaminya lumpuh akibat kecelakaan yang menenggelamkan kapal nelayannya, Siti pun harus bertahan menghidupi keluarganya dan memiliki banyak hutang.

 

Maryam (2014)

Film karya Sidih Saleh ini menambah daftar film Indonesia yang sukses di ajang internasional. Pada tahun 2014, film ini masuk dalam kategori The Best Short Film Award di Festival Film Venice 2014. Nggak sekadar masuk nominasi, film “Maryam” juga memenangkan kategori tersebut.

Film ini berkisah tentang seorang wanita muslim yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Wanita tersebut bernama Maryam yang sedang dalam keadaan hamil harus mengurus atasannya yang memiliki gangguan autis dan menemaninya merayakan Natal di Gereja.

 

Membanggakan bukan? Nah, kalau orang asing saja bisa menghargai karya-karya sineas tanah air, Urbaners pasti juga bisa. Kalau ada film Indonesia atau karya anak bangsa yang berprestasi di kancah internasional, bukan hanya pelaku seninya yang bangga, Urbaners dan seluruh masyarakat Indonesia juga pasti akan bangga.

Comments
DEVI TRI HANDOKO
Film karya Sidih Saleh ini menambah daftar film Indonesia yang sukses di ajang internasional. Pada tahun 2014, film ini masuk dalam kategori The Best Short Film Award di Festival Film Venice 2014. Nggak sekadar masuk nominasi, film “Maryam” juga memenangkan kategori tersebut.
EDI SASONO
Film karya Sidih Saleh ini menambah daftar film Indonesia yang sukses di ajang internasional. Pada tahun 2014, film ini masuk dalam kategori The Best Short Film Award di Festival Film Venice 2014. Nggak sekadar masuk nominasi, film “Maryam” juga memenangkan kategori tersebut.