Musik AI kini bukan sekadar eksperimen teknologi atau lelucon internet. Layanan streaming besar seperti Spotify dan Deezer kini dipenuhi musik yang sepenuhnya dihasilkan AI, mulai dari instrumental hingga vokal.
Beberapa lagu AI bahkan disebut sebagai “AI slop” karena terdengar generik atau berkualitas rendah.
Namun, tren ini lebih dari sekadar kualitas lagu; musik AI sudah merambah platform populer dan mendapatkan jutaan pendengar.
Salah satu contohnya adalah Velvet Sundown, sebuah band AI yang merilis dua album dan mengumpulkan lebih dari 1 juta streaming di Spotify dalam beberapa minggu. Band ini sepenuhnya dibuat dengan AI, mulai dari musik, visual, hingga backstory mereka, menimbulkan perdebatan soal transparansi dan etika di industri musik.

Gambar AI Velvet Sundown - Photo by @thevelvetsundownband
Pendengar Kesulitan Membedakan
Mengutip dari laporan survei Deezer & Ipsos (2025) menunjukkan bahwa 97% orang gagal membedakan musik AI dan musik manusia. Meskipun beberapa lagu AI terdengar jelas “buatan komputer”, sebagian besar pendengar tidak menyadarinya.
Sebagian besar responden (80%) meminta label AI jelas pada lagu agar mereka bisa membuat keputusan yang diinformasikan. Ini menunjukkan bahwa transparansi menjadi isu penting dalam menghadapi musik AI yang semakin merajalela.
“Penyanyi AI” Membanjiri Layanan Streaming
AI tak lagi hanya membuat musik instrumental. Sekarang muncul vokal dan penyanyi AI yang bisa menempati chart dan katanya memiliki fanbase. Contohnya:
Solomon Ray, penyanyi AI di genre gospel yang meraih No.1 iTunes Top 100 Christian & Gospel Albums, serta dua lagu di No.1 dan No.2 Billboard Gospel Digital Song Sales, hampir 1 juta streaming di Spotify. Fenomena ini menimbulkan debat etika di komunitas gospel.

Gambar AI Solomon Ray - Photo by @solomonraysoul
Breaking Rust, penyanyi AI di musik Country yang menempati tangga lagu Billboard Country Digital Song Sales.
Xania Monet, artis AI di genre R&B dengan 17 juta streaming dalam 2 bulan. Dikabarkan Xania Monet mendapatkan kontrak rekaman senilai 3 juta dolar, menunjukkan nilai komersial nyata dari penyanyi AI.
Bahkan, produser musik berpengaruh sekelas Timbaland baru aja memperkenalkan TaTa Taktumi, artis AI dalam proyek musik terbarunya di label Stage Zero.

Gambar AI Tata Taktumi - Photo by @tata_taktumi
Fenomena ini membuktikan bahwa musik AI sudah bisa memiliki pengaruh nyata, baik dari sisi pendengar maupun chart industri.
Suno AI Dapat Lisensi dari WMG
Di sisi lain, Suno AI yang merupakan plaform AI music generator, akhirnya menjalin kerjasama resmi dengan Warner Music Group (WMG) pada 2025. Lisensi ini mulai berlaku 2026, memungkinkan AI menggunakan katalog artis WMG secara legal.
Kerjasama ini menegaskan pentingnya legalitas, memberi opsi bagi artis untuk memilih apakah materi mereka boleh digunakan AI, dan menjadi standar baru bagi generator musik AI yang ingin beroperasi secara etis.
Fenomena musik AI menimbulkan pertanyaan besar. Apakah lo bersedia mendengar lagu AI?
Apakah lo siap menerima kalau lagu-lagu AI punya fanbase sendiri? Siapa yang dirugikan oleh fenomena ini?
Musik AI membuka pertanyaan baru soal bagaimana kita menilai kreativitas dan keterlibatan manusia dalam musik. Alih-alih melihat AI sebagai ancaman, mungkin ini saatnya memikirkan peran teknologi sebagai alat kolaborasi, bukan pengganti.
Pendengar bisa tetap memilih musik yang mereka sukai, tapi sekarang dengan kesadaran bahwa sebagian lagu mungkin lahir dari algoritma.
Masa depan musik mungkin bukan soal siapa manusia atau siapa mesin, tapi bagaimana keduanya bisa menciptakan pengalaman mendengarkan yang lebih kaya dan beragam.
Sampul Gambar AI Xania Monet - Photo by Talisha Jones




Comments