Trending
Senin, 30 Oktober 2017

Kelana Halim: Mixing & Mastering Engineer dengan Karir Pesat

  • Share
  • fb-share
Kelana Halim: Mixing & Mastering Engineer dengan Karir Pesat

Idealnya, tahap selanjutnya ketika semua instrumen dan elemen musik lain sudah direkam adalah proses miixing dan mastering. Tidak dipungkiri, sepanjang sejarah musik, peran dari seorang mixing dan mastering engineer sangat signifikan bagi terciptanya hasil akhir sebuah rilisan rekaman.

Pria keturunan Malaysia-Indonesia bernama Kelana Halim adalah orang yang menjalankan peran signifikan dari balik layar di Mekel Music Studio. Kelana yang mempunyai latar belakang pendidikan sound engineering di luar negeri benar-benar menjadikan studio musik ini sebagai pembuka jalan baginya untuk terjun ke dalam industri musik

Selain akhir-akhir ini ia rangkap profesi sebagai session guitarist untuk Once Mekel –salah satu pemilik studio tersebut– karirnya sebagai mixing dan mastering engineer dengan cepat melesat, hingga nama-nama besar seperti Gigi, Slank pernah menghiasi arsipnya. Sampai yang paling menakjubkan adalah pengalamannya kolaborasinya meracik sebuah lagu dengan seorang produser musik legendaris asal Inggris, Steve Lillywhite.

 

Bagaimana lo memulai terjun ke industri musik?

Kalo ngeband itu terhitung dari SMA, awal ke industri musiknya waktu pindah ke Jakarta, tapi sebelumnya saya memang kuliah sound engineering di SAE Australia, itu 2008 sampai 2011 awal.

Lalu setelah lulus saya pulang kampung, ke Sumatra Barat, kebetulan saya tinggal di kampung yang sangat kecil, bukan di kota Padangnya ya, ada namanya Bonjol, kalo orang sering nyetir lintas Sumatra pasti tahu itu kota, hehe. Itu engga tau mau ngapain, hehe. Lalu telponan sama Ayah, katanya suruh cari kerja, saya mikir, sound engineering (kerja) apa ya? ke Kuala Lumpur engga mungkin, lah. Kalo dibandingin sama Malaysia, di sini (Indonesia) lebih mending, lebih besar, lah industrinya, walaupun “rada-rada” juga, hahaha. Di Jakarta blank saya, engga kenal siapa-siapa. Lalu setelah dua minggu di Jakarta, Ibu saya ngenalin saya ke saudara jauhnya, namanya Kadri Mohamad, dia lawyer, cuman dia memang hobi nyanyi dari dulu. Dia dulu itu di bandnya Harry Mukti, namanya Makara. Lingkungan dia dengan musisi baguslah. Nah, suatu hari dia ngajak ketemuan sama saya, “Kelana mau ikut Om engga? ke studio Once ada Fariz RM juga waktu itu”, saya semangat, “wah, mau dong!” saya ngefans Dewa dari SMA dan awalnya malah denger Dewa era Once dulu.

Dari sana, saya awalnya ya cuma nebeng aja, buat networking doang lah. Pelan-pelan saya mendekatkan diri. Once-nya engga sering datang, yang selalu ada di sana itu abangnya, bang Peter Mekel. Pelan-pelan saya terapkan ilmu-ilmu dari SAE, haha, ada orang rekaman mulai saya kerjain, lama-lama ya jadi in-house engineer di situ.

 

Lo juga sering terlihat sebagai gitaris pengiring Once?

Karena saya memang anak band juga kan. Jadi sebelum kerja di studio Once saya sempet ngeband sebagai bassist, nama bandnya Paper Plane, tapi udah bubar sih, hehe.

Lalu waktu itu dari bandnya Once ada bassistnya yang lagi engga bisa main, terus dia tawarin saya gantiin dia main, yaudah perdana saya tampil sama Once. Beberapa bulan kemudian, dari manajemen juga ganti formasi band baru, akhirnya saya malah jadi gitaris. Dan buat saya sih engga terlalu susah mengisi untuk di band Once, karena saya dari ngefans kan, jadi udah duluan hafal lagu-lagunya, hahaha.

 

Jadi profesi utama lo adalah mixing dan mastering engineer?

Jadi saya ini sound engineer studio, bukan live sound ya. Saya memang ga pernah mau untuk main di live sound, walaupun banyak yang nyaranin. Duitnya lebih banyak sih, terus frekuensi kerja juga lebih tinggi, cuman saya memang, hm mungkin mental juga ya. Mental buat live sound itu beda, pressurenya juga tinggi kan. tapi kalau saya memang dari segi passion lebih condong di studio juga, jadi saya lebih memilih sound engineer studio ini, recording, mixing, mastering. Sama session guitarist, hehe.

 

Sempat tidak menjadikan musik sebagai sumber penghasilan utama ya?

Saya sempat coba usaha sampingan selain di musik ini. laundry, rental mobil, apalagi ya, cuci steam motor juga pernah saya coba. Ya saya gambling juga sih, soalnya saya orang Padang kan harusnya bisa berdagang. Tapi ternyata engga, haha, ga semua orang Padang bisa berdagang, contonya saya, hahaha. Ga semuanya gagal sih, tapi engga signifikan, jadi saya berhentiin aja. Memang saya paling kuat di dunia musik, yaudah saya fokus di musik aja.

 

Bagaimana keadaan industri musik (Indonesia) ini menurut pengalaman yang sudah lo lalui?

Engga semua orang juga beruntung di dunia musik, keras lho industrinya musik di Indonesia. Mau jadi artis mainstream, keras. Mau jadi Indie, juga keras. Persaingannya ketat, dan kualitas rekaman musik Indonesia itu makin bagus. Coba aja denger kayak Tulus misalnya. Terus baru-baru ini saya kerjasama dengan Rendy Pandugo, bagus juga itu, berkualitas. Jadi saingan saya berat juga di sini. Cuma lumayanlah dengan portofolio artis-artis KFC ini, ya kayak saya pernah megang vokalisnya Dewa, vokalisnya Padi, Slank, ya lumayan kan, haha.

 

Pengalaman paling menarik selama ini?

Akhir tahun lalu, jadi ceritanya Once sekarang dia executive di record label JMSI (Jagonya Musik dan Sport Indonesia), itu adalah record label di bawah KFC (Kentucky Fried Chicken), jadi semua musik yang dijual di KFC itu labelnya JMSI-lah gitu. Dan di bawahnya Once itu ada bule namanya Steve Lillywhite, Dia adalah producer dunia, six times grammy award winner. Dan dia itu produsernya U2, Chris Cornell, Rolling Stones, 30 Seconds to Mars, bisa di-google deh, ada lebih dari 300 karya. Dia udah  dua tahun di Jakarta, awalnya di Musica, dia ngerjain album keduanya Noah kalo engga salah, sama sempat (mengerjakan album) Iwan Fals juga. Kebetulan, suatu hari si Steve ditelepon Bono (vokalis U2), jadi ternyata U2 lagi bikin album baru dan lagi ngerjain single baru, single ini udah beberapa kali mereka bongkar, berkali-kali ganti mixingan, aransemen, take ulang berkali-kali juga, akhirnya kayaknya lumayan nyerah ya, pengen manggil senjata lamanya, makanya mereka (U2) telepon Steve. Nah cuman Steve, dia kan memang orang lama ya, dan dia engga terlalu lihai dengan peralatan digital zaman sekarang, kalo analog sih ngerti dia. Jadi dia nanya Once, “Kenal engineer engga yang bisa bantuin saya?”. Nah, siapa lagi kalo bukan saya, hahaha. Yasudah, Once hubungin saya, “gua punya kerjaan gede nih, lo bisa mixingin U2 engga?”. Kaget juga lah, hahaha, sempet bingung, cuman daya piker yaudahlah confident aja, berani aja.

Yaudah, saya dikenalin (dengan Steve), deg-degan juga awalnya, tapi ternyata dia juga rada-rada “selow” juga orangnya, jadi enak kerjanya. Jadi mulailah kami mixing satu lagu U2 yang ternyata tracknya kumayan berantakan juga, saya kira bule lebih rapi gitu kan, ternyata engga juga, haha. Tapi saya nemuin hal-hal unik sih, salah satu yang paling unik itu adalah, ternyata Bono dari dulu kalau rekaman vokal pakai (Shure) SM58 doang, alias mic yang paling sering ditemuin di panggung, yang harganya cuma sejuta berapa gitu kan. dia selalu rekaman pake mic begitu depan speaker di control room, bukan yang pake headphone, depan mic mahal, terisolir di ruang kecil gitu. Jadi track mentah vokalnya Bono itu memang buteknya shure SM58, raw banget, ga ada jernih-jernih mic condenser gitu, hehe. jadi emang di situ kita bisa ambil kesimpulan, selain kualitas alat-alat, kualitas performa, soul dari pemain musiknya juga sangat penting.

 

Bagaimana bekerja bareng Seorang Steve Lillywhite?

Kerja bareng Steve itu, singkatnya itu, kalo lagi mixing ,75% saya kerja, sisanya ide kreatif sebagian besar dari Steve. Ide kreatif sebagai produser. Jadi dia bukan yang teknis-teknis, “ah ini tambahin treble, atau kurang apalah” gitu ya, dia Cuma ngasih saran kreatif aja, “oh ini bikin begini aja”, “kayaknya di bagian ini bikin overdub (drum) tom aja deh”, “coba bagian ini tempel di sini”, gila-gila sih idenya. Dia telinganya spesial, dan idenya itu yang “gila-gila”. Kalo secara teknis, mungkin banyak orang Indonesia yang lebih jago dari dia, cuman secara ide, ya, ya kalo engga kenapa bisa dapat enam grammy award, haha.

 

Portfolio lo yang lainnya?

Di awal-awal saya kerja di Once, ada juga proyek besar yang saya ikut, yang sampai sekarang masih berjalan penjualannya, yaitu proyek om saya, om Kadri namanya: Indonesia Maharddika. Ini ketika dua tahun pertama saya di Jakarta. Di album ini saya engineering-nya, bagian recording sama mixing hampir semua lagu. Kalo ini masteringnya di 301 studio, Australia.

Karena saya udah dipercayai Steve di JMSI, link dan reputasi saya beberapa bulan terakhir ini lumayan bagus, langsung mixing Slank, Gigi, dan lain-lain, pokoknya hampir semua album yang di KFC yang baru-baru ini, Itu ada Slank, album kompilasi Rizky Febian itu saya mastering, sama mixing satu lagu, abis itu Gigi kecuali dua lagu itu saya mixing semua, dua lagu sama Steve, enam atau tujuh lagu saya sendiri. Yang terakhir saya kerjain itu album kompilasi Maher Zain, itu cuma mastering. Tapi ada dua lagu Fadli Padi/Musikimia, dia sama Rindra, itu saya mixing bareng Steve juga.

Comments
RAHARDJO TEONOVI
Kerja bareng Steve itu, singkatnya itu, kalo lagi mixing ,75% saya kerja, sisanya ide kreatif sebagian besar dari Steve. Ide kreatif sebagai produser. Jadi dia bukan yang teknis-teknis, “ah ini tambahin treble, atau kurang apalah” gitu ya, dia Cuma ngasih saran kreatif aja, “oh ini bikin begini aja”, “kayaknya di bagian ini bikin overdub (drum) tom aja deh”, “coba bagian ini tempel di sini”, gila-gila sih idenya. Dia telinganya spesial, dan idenya itu yang “gila-gila”. Kalo secara teknis, mungkin banyak orang Indonesia yang lebih jago dari dia, cuman secara ide, ya, ya kalo engga kenapa bisa dapat enam grammy award, haha.
Heni Oen
awalnya ya cuma nebeng