Trending
Selasa, 02 Mei 2017

Rinaldi Nurpratama dan Omar Karim: Dua Sosok Penting Di balik Dua Coffee Shop

  • Share
  • fb-share
Rinaldi Nurpratama dan Omar Karim: Dua Sosok Penting Di balik Dua Coffee Shop

Urbaners tau nggak sih kalau saat ini bisnis coffee shop di Indonesia sedang merajalela. Banyak dari orang-orang yang menggeluti dunia bisnis F ‘n B (Food ‘n Beverages) dan larinya membuka coffee shop. Coffee shop seakan-akan menjadi tempat yang nyaman untuk nongkrong bareng teman, mengerjakan tugas kuliah, skripsi, meeting, dan lain-lain. Membangun bisnis coffee shop memang nggak semudah membalikkan telapak tangan, banyak yang mesti lo persiapkan. Mulai dari ide, konsep, produk apa yang mau lo tawarkan, sampai mencari tahu sebanyak-banyaknya tentang kopi. Namun, bisnis ini bisa menjadi bisnis yang menjanjikan untuk Urbaners, karena akan menjadi bisnis yang berkelanjutan. Maraknya bisnis kopi yang sedang berkembang pesat, nggak menghentikan langkah Rinaldi Nurpratama (Aldi) dan Omar Karim Prawiranegara (Omar) untuk membuka Dua Coffee Shop di bilangan Cipete Raya yang memang banyak sekali terdapat kedai-kedai kopi yang bisa saja menjadi pesaing mereka. Bagaimana sih cara mereka berdua memandang persaingan itu? Let’s check out our interview with them!

Dua Coffee Shop bukanya udah dari kapan?

Aldi: Dari Agustus 2016

Ide awal akhirnya bikin Dua Coffee Shop gimana ceritanya?

Omar: Sebenarnya, dulu kita to be honest tadinya nggak langsung terjun ke dunia kopi. Kita awalnya mau bikin, mau nyiptain space buat anak-anak muda di bidang F ‘n B (Food ‘n Beverages), tapi bentuknya curated. Jadi, karena dulu kan banyak banget, tahun lalu apalagi, banyak banget food bazaar-food bazaar di mall-mall. Nah itu, kita ngeliat, “Wah, anak muda bisa juga bikin”, cuma yang kurang ketika food bazaar itu berakhir, berakhir pula lah bisnis mereka, bukan berakhir bisnisnya, cuma maksudnya orang tuh susah nyari mereka tuh ke mana? Selain online ya. Kan kalau ada tuh berebut dengan banyak toko-toko atau pilihan-pilihan lain. Gimana caranya kita pengen nge-grab fans-fans food bazaar itu di satu tempat, awalnya gitu. Terus, kita ngobrol lah dengan salah satu dedengkot coffee shop di Indonesia lah. Kita ngobrol terus beliau bilang, “Nggak, nggak bisa. Lo mesti punya produk sendiri”. Karena kita ngobrol sama tukang kopi, ya akhirnya kita sepakat untuk punya produk. Tadinya kita mikirnya minuman, dari drink terus kita ngobrol, wah, ternyata kopi punya pasar yang cukup bagus, itu dari business side kita. Terus, sebelum kita terjun bikin Dua as a coffee shop, kita keliling, kita ngopi-ngopi ke coffee shop-coffee shop yang ada di Jakarta. Kita merasa di situ kita diterima banget sebagai orang luar yang baru mau terjun ke industri kopi, di situ kita ngerasa, “Oh, coffee shop itu bisnis F ‘n B yang nggak kayak F ‘n B kebanyakan, kompetisi yang rumit segala macamnya”. Kompetisi memang ada di antara coffee shop, cuma lebih kekeluargaan gitu lah, kayak Indonesia banget deh, gotong royong, terus open information, terus Aldi juga kebetulan punya keahlian masak, terus kita gabungilah semua ide itu. Kita tetap nggak ngelupain ide awal kita pengen ngajak teman-teman yang udah ada di industri F ‘n B, kita tetap undang mereka, tapi kita punya produk sendiri, jadi kita sama-sama. Nah, kalau di kopi sekarang kita jauh lebih serius terjun ke industri kopi. Karena, semakin kita terjun, semakin banyak pula yang bisa kita dapetin, harta karun, kopi Indonesia benar-benar kaya gitu, yang nomer 4 ya.

Nah itu, di daerah sini coffee shop udah banyak banget kan. Kenapa tetep bersikeras untuk membuka coffee shop?

Aldi: Justru itu.

Omar: Iya, justru itu memang karena rame, dan terus terang kita di sini berani buat buka karena ada Tuku. Tuku teman kita juga kebetulan. Kita ngerasa dengan adanya Tuku tuh membantu edukasi pasar, terutama di Cipete, dari ujung ke ujung, kalau dari arah Antasari bisa ketemu dua sampai tiga coffee shop, baru ketemu Dua, terus kalau dari arah Fatmawati, kita yang pertama ketemu. Sama nih kayak di pasar, kenapa sih jualan sayur? Di pasar semua sama jualan sayur, sama aja, rejeki udah ada yang ngatur. Cuma, akhirnya gini, kenapa orang belanja bulanan setiap pagi ke pasar? Karena tau semua di situ ada. Begitu pula dengan kita di sini, kita malah pengen ngebentuk satu paguyuban Cipete ini sebagai kopi brotherhood. Jadi, dari sepanjang jalan Cipete ini lo bisa dapetin semua coffee shop gitu loh, mau yang kayak apa? Mau yang harga kayak gimana? Mau rasa kayak gimana? Dan, itu memperkaya, bukan saling menggerogoti yang lain atau gimana, ya kan kita kapasitasnya cuma segini, kalau di sini penuh bisa ke tempat lain, begitu juga teman-teman yang lain, coffee shop yang lain, kalau mereka penuh mungkin jadi ke kita gitu, kan pasarnya luas. Kalau misalnya kita perhatiin sekarang udah mulai banyak toko-toko yang mulai pindah ke Cipete, dari PangPol ke Cipete. Menurut saya kedepannya Cipete akan menjadi scene baru di industri F ‘n B dan coffee shop.

Oh, biar nanti Cipete terkenal dengan coffee shop-nya ya. Berarti emang nggak ada rasa takut kalah saing?

Omar: Nggak ada sih, justru bersaing itu wajib sih. Dengan bersaing kita tau seberapa kemampuan kita, standard kita kayak gimana, dan kita selalu melek untuk persaingan itu. Persaingannya sehat lah, kita di sini sama-sama saling ngasih masukan, kayak kita main ke Tuku kayak gimana, teman-teman Tuku ke sini.

Kalian berdua ini memang kopi enthusiast atau nggak?

Aldi: Kita emang suka dan kopi enthusiast, tapi nggak sedalam itu ya.

Omar: kita kopi enthusiast. Tapi, nggak yang ngerasain ini rasanya gimana.

Nah, terus gimana tuh cara kalian memilih kualitas kopi yang baik untuk kalian sajikan ke customer?

Aldi: Kita waktu itu kebetulan nih baristanya nih, namanya Eky, itu dia sepupu kita. Jadi, kita minta tolong, “Ky, tolong dong kita antusias banget sama kopi, tolong bantu kita”. dia ngajarin kita lah seperti ini, “Oke, lo suka minum di mana? Oke, kita cobain. Kopi tuh gini loh, rasanya seperti ini, cara menyeduhnya seperti ini”, Jadi dia ngajarin kita semuanya, dan pada akhirnya yasudah kita memberanikan diri setelah 2-3 bulan, “Yaudah, Mar, oke kita buat”, gitu.

Omar: Kebetulan dia udah terjun duluan di dunia kopi, dia udah barista dari dulu. Tapi, ya kita nggak berhenti di sini. Kita kan baru mulai ibaratnya, kita juga anak baru di industri kopi. Ini juga baru yang pertama, makanya kenapa namanya Dua Cipete, karena nanti mungkin aja akan ada Dua dimana-mana, Dua Radal, Dua yang lainnya lah dimana gitu.

Apa sih yang membedakan Dua Coffee Shop ini dengan coffee shop lainnya?

Aldi: Kita udah punya program kerja untuk kedepannya seperti apa. Jadi, untuk saat ini pembeda kita mungkin masih dari service.

Omar: Kita kayak gini, dulu ketika Dua itu mulai kita kan nggak di sini, jadi ini rumah kedua kita. Dulu kita di Cipete dalam, itu agak kecil. Ketika itu kita mau buka, emang value yang mau kita keluarin itu “homie”, “Home for Your Coffee”, tagline kita lah dulu kayak gitu. Karena, setiap orang dateng itu rata-rata ngerjain skripsi rame-rame, orang kerja menyendiri. Karena kecil, sering kesenggol-senggol, orang jadi ngobrol, terus kenalan. Terus, kita pun bawa PS atau apa, jadi kayak di kost-an. Jadi, kayak rumah banget lah.

Aldi: Orang tuh yang main ke situ tuh kayak, “Gue kayak lagi main ke kost-an lo deh, gue kayak lagi main ke rumah lo deh”.

Omar: Itu, yang kita coba keluarkan dan coffee talk itu kan emang benar-benar ada gitu. Orang-orang jadi kenalan di tempat kita, itu lah yang pengen kita kedepankan. Dulu, kita emang full base Indonesia, sekarang kita lagi develop karier di Indonesia cuma sambil di mix, mix ambil dari luar, ada beberapa gitu. Dulu kita emang full support yang ada di Indonesia, karena tujuan kita juga nggak bohong walaupun kita bisnis, tapi kita ingin memajukan industri yang ada di Indonesia dengan fakta yang ada. Indonesia penghasil kopi nomor 4 di dunia dengan tingkat kondisi yang masih rendah, itu sangat miris gitu loh. Ketika kita datang ke satu lahan kopi walaupun belum mau beli hasil kopi dia, tapi dia udah, “Iya, mas. Kopi kita bakalan diambil sama orang luar”, kan miris ya, kita tau bagus cuma dibelinya sama orang luar. Cuma kita nggak bohong juga, masih ada mix dari luar untuk pembanding.

Nama “Dua” itu sendiri filosofinya dari mana? Apa memang karena kalian berdua membuka coffee shop ini?

Omar: Itu salah satunya.

Aldi: Pertamanya itu. Udah gitu kedua, dulu tempat kita yang lama itu Cipete Dalam no. 2. Ketiganya itu adalah doa, du’a, kan bahasa Arabnya artinya Doa. Jadi, doa kita semua lah, doa Omar, doa saya, doa keluarga kita.

Omar: Itu sih awalnya, karena kita berdua, tempat di Cipete Dalam juga no. 2, terus du’a itu sendiri dari bahasa Arab artinya Doa. Dari situ kita berangkat, jadi mudah-mudahan ini bisa jadi doa untuk semuanya.

Amin. Kendala terbesar apa sih ketika membangun bisnis coffee shop ini?

Omar: Nah, justru yang kita takutin itu visi misi kita terlalu sama. Karena, bahaya kan kalau semuanya kita anggap benar. Itu yang lagi kita challenge sekarang, dengan bantuan banyaknya tim kita sekarang, itu nambah wawasan kita. Kalau kendala terbesar pasti naikin nama ya, “brand”, brand Dua kan ibaratnya masih baru, orang kalau nanya juga “dua siapa sih?” gitu. Cuma di situ challenge-nya. Sama kayak yang tadi ditanyain, “Kenapa sih Dua berani buka di Cipete? Kenapa nggak di tempat lain?” Ya, kita punya keyakinan di situ gitu, nah, kita mau menunjukkan itu. Kesulitannya apa? Ya, kesulitannya itu, pertama kali kita buat cari nama “Dua” as a coffe shop, nggak gampang memang karena di tengah industri kopi yang lagi berkembang banget. Tapi, kita juga punya “believe”, salah satunya nggak ada yang nggak mungkin kalau kita emang benar-benar terjun langsung. Gue memang sambil kerja, cuma Aldi udah full-time di sini, jadi kita bagi tugas sih.

Aldi: Dulu kita benar-benar, saya, Omar, Eky, sama satu lagi ada, itu kita benar-benar terjun langsung selama 7 bulan, nggak ada shift-shift-an.

Omar: Itu kita yang ngeliat sendiri, pernah satu hari ada 2 orang doang yang datang. Itu udah sempat ngelewatin masa itu gitu. Atap bocor, wi-fi mati, orang mau ngerokok udah masuk nggak ada tempat jadi keluar, banyak lah itu seluk-beluk di awal-awal. Walaupun terlalu dini ya, maksudnya belum lama juga kita, cuma cukup banyak pengalaman di tempat pertama kita.

Perbedaan yang paling terasa saat Dua pidah dari Cipete Dalam ke Cipete Raya itu seperti apa? Vibe-nya kan beda pasti.

Omar: Betul-betul. Itu yang pengen kita bangun.

Aldi: Ternyata gini, ini juga baru terlihat ketika kita pindah ke tempat yang lebih besar. Orang di tempat kecil itu jauh lebih berlama-lama, karena dia merasa nyaman, space-nya kecil, lebih intim, jadi dia lebih lama di situ, bisa berjam-jam. Tapi, kalau di tempat besar seperti ini, orang datang sesuai purpose-nya, “Oke, gue datang gue mau minum, gue mau makan, gue mau meeting setelah itu gue cabut, gue nggak akan berlama-lama di tempat itu”, gitu. Seperti itu perbedaannya, dan setelah pindah ke sini ternyata kita juga udah pernah diwanti-wanti, “kalau kalian pindah, biasanya akan kehilangan customer kalian yang lama”, dan itu betul, ternyata yang balik ke sini itu hanya 20%.

Omar: Tapi, volume-nya jadi lebih banyak sebenarnya, 80% itu customer baru. Nah, yang 80% ini udah banyak yang repeat. Jadi, kita udah bukan 1,5 bulan, ya, 2 bulan lah ya, perbedaannya kita meng-improve apa yang nggak ada di sana. Pertama, smoking room. Smoking room kita ada dan langsung besar, toilet dulu ada tapi ngikut sama yang belakang, parkiran kita jauh lebih luas, tempat sholat, itu yang kita improve dari fasilitas. Jadi, yang kita terapin itu ability-nya dari teman-teman barista, teman-teman kitchen. Dulu kita nggak punya kitchen, dulu hanya ready to eat aja, sekarang kita punya kitchen sendiri. Jadi, orang datang bisa one-stop shopping, itu yang bikin orang jadi nggak males ya. Karena gini ya, di Indonesia itu kopi masih belum jadi habit, sedangkan di luar udah jadi kebutuhan. Kita coba bikin orang dari coffee shopping jadi habit. Itu keliatan dari orang dengan purpose untuk datang pagi ke sini ini masih rendah. Biasanya orang langsung ngantor kan, karena kebiasaan sarapan orang sini itu kan kayak nasi goreng, nasi uduk, yang berat-berat gitu, kalau di luar kan udah mulai roti, gandum, kopi, udah gitu aja. Untuk pelayanan kita terapkan semua serasa ada di rumah, makanya ada pot, ada karpet juga, biar suasana rumahnya masih terasa.

Untuk menu-menu di Dua ini kalian milihnya tergantung selera orang-orang aja atau memang dari personal kalian?

Aldi: Awalnya personal. Ini dari gue ya, pokoknya kalau membangun sesuatu itu harus dari yang kita suka dulu, setelah dari yang kita suka, baru berkembang biasanya.

Omar: Makanya kita kalau diliat kebanyakan comfort food ya, puas selalu di makanan ya. Kalau di kopi, hampir semua line-up yang memang ada di banyak coffee shop memang ada semua, dari manual atau pun espresso daze. Cuma, ada satu yang spesial tuh kita nemuin Avogato, homemade juga, dan itu nggak ada di tempat lain, itu baru kita temuin ketika kita bikin Dua, kita cobain ice cream sama espresso, ini karena pakai biscuit Marie Regal, jadi rasanya itu nge-blend banget.

Gimana respon, comment atau review orang-orang sejauh ini tentang Dua yang kalian tau?

Aldi: Kalau yang lama ya, semua orang pasti merasa homie, cozy, warm, dan everything homemade. Memang pada saat itu everything homemade. Istri Omar masak, Istri gue masak, ibu saya masak, ibunya Omar masak. Jadi, semua itu benar-benar dari yang kita makan di rumah, kita jual di situ gitu loh. Kenapa di sini juga comfort food? Kayak nasi goreng, mie goreng gitu, karena itu yang kita makan juga di rumah.

Omar: Kalau comment-nya di sini ketika pindah itu, space, orang-orang ngomong space-nya jauh lebih baik, dan ada juga yang ngomong “akhirnya” gitu. Nah, kalau yang di Dua lama itu kan parkirannya kecil ya, orang-orang jadi, “Ah, penuh. Nggak jadi deh”, kalau di sini tuh orang-orang masih bisa parkir kiri kanan, di depan, “Akhirnya, gue sempat juga ke Dua”, berarti alhamdulillah-nya banyak teman-teman yang belum sempat ke Dua yang lama, sekarang berkesempatan ke Dua yang di sini.

Bagaimana cara kalian memilih barista-barista yang bekerja di Dua?

Aldi: Awalnya itu, kita berkaca dulu sama diri kita. Kita tuh orangnya seperti apa sih? Kita mau diperlakukan sama orang seperti apa? Udah, awalnya dari situ. Setelah itu, mulai cari satu-satu, interview satu-satu, kan dengan interview kita bisa tau karakternya kayak gimana, kepribadiannya seperti apa. Cari di sosial medianya juga kita liat. Kita sebisa mungkin semua teman-teman yang bantu kita itu setidaknya hampir mirip value-nya sama kita.

Omar: Kalau visi sih masing-masing, cuma kalau value itu sama. Kita kekeluargaan, family, tapi punya passion juga yang sama dan mau berkembang, karena gue paling nggak suka orang yang gitu-gitu aja. Gue pengen dia tau mau kedepannya seperti apa, nggak yang pas ditanya mau jadi apa, terus cuma jawab, “Ya, gue biasa-biasa aja”, berarti dia kan nggak punya sesuatu, nah, gue nggak pengen orang-orang yang kayak gitu. Kita pengen orang-orang yang sekarang jadi barista kedepannya pengan jadi hoster, itu bagus buat dia gitu.

Mempersiapkan segala sesuatunya untuk membuka Dua di sini (Cipete Raya) itu berapa lama?

Aldi: pindah dari Cipete Dalam ke Cipete Raya itu 2 bulan lah.

Seberapa yakin sih kalian bahwa bisnis coffee shop ini akan menjadi besar?

Omar: Kita justru ngeliat bisnis ini bisnis oke, dan akan berkelanjutan bukan hanya musiman. Karena, this is about education, jadi orang dibuka kebutuhannya, orang tau bahwa ada kopi saset, tapi sekarang orang mulai tau ada bisnis kopi lain, lebih teredukasi lah. Campaign dari kopi nggak bisa dinikmati dalam sekejap, besok langsung naik, nggak, tapi dengan ramenya kopi-kopi ini makin banyaknya coffee shop di Jakarta itu akan semakin membuka mata orang terhadap kopi, dan itu nggak akan turun menurut gue.

Ada tips nggak dari kalian untuk orang-orang atau anak muda sekarang yang ingin membuka coffee shop?

Aldi: Kalau dari gue sebenarnya setiap pelaku bisnis harus ada di tempat. Dari gue cuma itu.

Omar: Kalau gue, yang namanya side business itu nggak ada. Side business itu akan selalu menjadi side business, sulit untuk berkembangnya. Jadi, ketika kita menjadikan side business itu menjadi main business, itu akan bertumbuh. Nggak ada namanya bisnis sampingan, kalau dari mulut dia dan nafas dia, dia bilang, “Ini bisnis sampingan gue”, itu akan selamanya jadi bisnis sampingan. Kalau di bisnis kopi, do coffee hopping sebanyak-banyaknya, cari banyak literatur, banyak teman-teman di bisnis kopi yang akan senang membantu kita kok, termasuk kita akan open dengan siapa pun yang mau berkembang di industri kopi walaupun kita belum tau banyak, belum pro, tapi akan kita bantu sebisa kita.

Baca Juga : Temukan Kedai Kopi Unik dan Terdekat di Daerah Lo

Comments
DEVI TRI HANDOKO
Omar: Kalau comment-nya di sini ketika pindah itu, space, orang-orang ngomong space-nya jauh lebih baik, dan ada juga yang ngomong “akhirnya” gitu. Nah, kalau yang di Dua lama itu kan parkirannya kecil ya, orang-orang jadi, “Ah, penuh. Nggak jadi deh”, kalau di sini tuh orang-orang masih bisa parkir kiri kanan, di depan, “Akhirnya, gue sempat juga ke Dua”, berarti alhamdulillah-nya banyak teman-teman yang belum sempat ke Dua yang lama, sekarang berkesempatan ke Dua yang di sini.
SAMSUL BAHRI
Omar: Kita justru ngeliat bisnis ini bisnis oke, dan akan berkelanjutan bukan hanya musiman. Karena, this is about education, jadi orang dibuka kebutuhannya, orang tau bahwa ada kopi saset, tapi sekarang orang mulai tau ada bisnis kopi lain, lebih teredukasi lah. Campaign dari kopi nggak bisa dinikmati dalam sekejap, besok langsung naik, nggak, tapi dengan ramenya kopi-kopi ini makin banyaknya coffee shop di Jakarta itu akan semakin membuka mata orang terhadap kopi, dan itu nggak akan turun menurut gue.