Trending

Biarkan Hoax Menyebar, Admin Grup WhatsApp Bisa Dipenjara Lho

Penyebaran berita bohong atau dikenal hoax melalui media sosial kian merajalela dalam beberapa waktu terakhir. Urbaners tentu setuju jika hoax sudah sangat meresahkan karena kerap menyesatkan bahkan menimbulkan permasalahan. Bahkan tak jarang, kabar palsu ini memicu perselisihan hingga perpecahan sosial.

Sejumlah pihak, baik itu raksasa teknologi informasi macam Google dan Facebook, berusaha meredam hoax. Mereka memfilter share tautan yang belum terverifikasi agar tak menyebar. Demikian juga dengan langkah hukum dari otoritas wilayah setempat dalam hal ini pemerintah.

Seperti yang dilakukan Malaysia. Negeri Jiran ini menerapkan aturan baru terkait peredaran hoax di grup WhatsApp. “Admin grup bisa dipanggil untuk mendampingi investigasi. Tindakan hukum yang diberikan nantinya tergantung pada fakta dan bukti pada masing-masing kasus,” terang Deputi Menteri Komunikasi Malaysia, Johari Gilani, yang dikutip The Stars.

Sebenarnya, lanjut Johari, Undang-undang Komunikasi dan Multimedia Malaysia Tahun 1998 sudah bisa menjerat pengguna WhatsApp yang menyebarkan tautan hoax. Tak hanya itu, undang-undang ini juga menjelaskan aturan mengenai pencemaran nama baik, hasutan, penipuan dan penyebaran dokumen rahasia.

Kini produk hukum turunan dari undang-undang tersebut menyasar pengelola dari grup media sosial yang menyebarkan hoax. Admin WhatsApp Group akan ditangkap jika sengaja membiarkan beredarnya berita bohong dan hal lain yang melanggar undang-undang. Penjara menanti jika si admin terbukti bersalah.

Oleh karena itu, Johari mengingatkan agar admin harus mampu mengontrol para anggotanya supaya tidak menyebarkan informasi palsu. Admin berfungsi layaknya gate keeper dalam menyaring sebaran berita di dalam grup.

Penyataan ini diamini Komisi Komunikasi dan Multimedia Malaysia. Dalam keterangan resminya menjelaskan bahwa percakapan WhatsApp, WeChat, Viber dan Telegram pada dasarnya bersifat pribadi. Namun pihak berwajib tetap bisa melakukan penyelidikan jika ada pihak yang keberatan dengan konten yang dibagikan dalam grup tersebut.

Meski terlihat kejam, Malaysia bukan satu-satunya negara yang menerapkan aturan tersebut. Di India, admin WhatsApp dan Facebook bisa dipenjara apabila tak bisa menghentikan penyebaran hoax di grup yang dikelolanya. "Penyebaran hoax adalah tanggung jawab sepenuhnya admin grup yang lalai menjalankan tugasnya," jelas Kepolisian India dalam keterangan resminya.

Perlu Urbaners ketahui, jerat hukum terhadap pengguna medsos juga telah diterapkan di Indonesia melalui Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Untungnya, penegak hukum tidak turun langsung memantau ruang privasi percakapan warga negara. Proses hukum baru berjalan jika ada laporan dari pihak yang merasa dirugikan atau dalam istilah hukumnya termasuk delik aduan.

Menurut Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara, admin atau anggota grup WhatsApp atau media sosial dan platform pesan instan lainnya bisa terjerat hukum jika ada anggota yang merasa nama baiknya dicemarkan lalu melaporkan ke penegak hukum. “Jika dinyatakan bersalah maka bisa berakhir dengan penjara,” terang Rudiantara.

Nah Urbaners, ada baiknya tetap sehat ber-medsos dengan menjaga etika dan pintar-pintar memilah berita sebelum menekan tombol share. Alih-alih dianggap paling tahu, eh malah berujung di kantor polisi karena ada yang merasa dirugikan. Seperti kata pepatah modern,”Jempolmu Harimaumu” kalau gak penting-penting amat ngapain di-share.

 

 

Source: Kompas.com, channelnewsasia.com, kumparan.com