Trending

Chefchaouen, Kota Biru Nan Ceria di Maroko

Warna biru sering diidentikkan dengan rasa haru, sedih dan melankolis. Tapi tidak demikian di negeri Smurf, biru justru berarti bahagia dan senang-senang. Mungkin itulah yang dirasakan warga Chefchaouen di Maroko. Tengok saja permukiman di Chefchaouen atau Chaouen yang terletak di barat laut Maroko tak jauh dari Laut Tengah. Semua dicat biru.

Seperti disampaikan Ngadi, salah satu pelukis yang berjasa membirukan Chefchaouen, kepada Middle East Eye, warna biru dipilih karena membawa ketenangan. "Biru dipilih karena menenangkan mata, terutama saat musim panas ketika matahari bersinar terik. Tidak ada orang yang terburu-buru di sini. Di sini tidak ada stres."

Ada juga yang bilang kalau cat biru dipilih untuk mengusir nyamuk. Mereka beranggapan warna biru mirip dengan aliran air yang tidak disukai nyamuk. Ada pula yang berpendapat pemilihan warna biru untuk meniru warna Laut Tengah atau mata air Ras el-Maa yang ada di dekat sana.

Namun menilik pada sejarahnya, dominasi warna biru di Chefchaouen diawali saat para pengungsi kaum Yahudi mengungsi ke kota ini. Biru dalam ajaran mereka dianggap sebagai warna suci seperti hamparan langit.

Awalnya, kota ini tak semua berwarna biru. Namun 20 tahun belakangan beberapa orang di sana membuat rencana mewarnai seluruh kota dengan warna biru agar menjadi daya tarik kota. Hasilnya terbukti, Chefchaouen menjadi kota ikonik Maroko bahkan dijuluki ‘Blue Pearl’.

Chefchaouen sendiri didirikan Moulay Ali Ben Moussa Ben Rached El Alam pada tahun 1471. Kota yang berarti tanduk dalam bahasa Berber ini menjadi benteng perlindungan terhadap Portugis. Chefchaouen sempat pula dikuasai oleh Spanyol sebelum dikembalikan ke pangkuan Maroko pada tahun 1956.

Selain wisata kota, Chefchaouen menjadi tujuan belanja populer. Sejumlah toko menawarkan banyak kerajinan tangan asli yang tidak tersedia di tempat lain di Maroko seperti pakaian dari wol, selimut tenun, dan keju kambing yang dibuat dengan resep lokal.

Urbaners mesti berkunjung ke kota indah ini. Apalagi Maroko sudah membebaskan visa bagi wisatawan asal Indonesia. Ssstt... hampir di seluruh penjuru kota ini juga banyak dijajakan kief dan hashish yang lazim dikonsumsi masyarakat lokal. Tak heran, seperti kata Ngadi tadi, tingkat stres di sana begitu rendah.

 

Source: Merdeka.com