Trending
Senin, 09 September 2019

Gatot Indrajati dan Karya Seni Spesial untuk Singapore Art Museum

  • Share
  • fb-share
Gatot Indrajati dan Karya Seni Spesial untuk Singapore Art Museum

MLDSPOT selalu tertarik melihat awal mula seseorang bisa menggandrungi seni sampai akhirnya memutuskan untuk menjadi seniman. Seperti sosok Gatot Indrajati, seniman kelahiran Bogor yang diundang khusus untuk mengisi pameran di Singapore Art Museum pada tanggal 28 Juni – 6 Oktober 2019.

Di Singapore Art Museum, Gatot merekonstruksi kembali budaya China di Asia Tenggara dengan melibatkan anak-anak. Karya ini amat menarik karena hanya dikerjakan selama 10 hari di ruangan yang cukup besar. Setiap pengunjung bebas meletakkan template yang disediakan dan membuat gambar atau corat-coret langsung di karya yang sudah ada. Simak cerita inspiratif sarat kreatif dari Gatot Indrajati di sini!

 

Gatot “untuk” Singapura 

Instalasi pameran Gatot di museum seni SingapuraJadi ini semua berawal dari kesuksesan karya instalasi anak di Museum Macan 2018 lalu,” Gatot memulai cerita. Di Museum Macan, seniman yang sekarang berdomisili di Yogyakarta ini membuat instalasi menggunakan material kardus yang ramah anak. Karya ini adalah sebagai bentuk responnya terhadap produk-produk massal yang membanjiri pasar. Menilik ke belakang nih Urbaners, ketika kecil dulu, Gatot tidak sanggup membeli mainan robot dari plastik ataupun besi. Dari situlah, sejak kecil Gatot belajar membuat sendiri mainan versinya. Tidak hanya kardus, Gatot juga sering menggunakan material kayu.

Terkait pamerannya di Singapura yang bertajuk (re)construct.(re)konstruksi, Gatot mengeksplorasi perkembangan identitas Asia Tenggara melalui pengaruh Tiongkok di wilayah tersebut.  Pameran ini memang sengaja diciptakan untuk memfasilitasi akses dan keterlibatan pengunjung dengan karya-karya yang ada.

Inti dari pameran ini adalah interpretasi seniman terhadap adat, arsitektur, dan konstruksi bangunan. Dalam beberapa ruang karya, terdapat lubang intip di mana pengunjung bisa menemukan dan merenungkan perspektif mengenai identitasnya berkaca pada masa lalu.

Sejauh ini, pameran Gatot di Singapura telah berhasil menyedot 23.000 pengunjung dengan antusiasme yang luar biasa. Yang membuatnya senang, Gatot berhasil menarik anak-anak untuk lepas sebentar dari genggaman gadget dan berinteraksi langsung dengan karya-karya seninya.

 

Menggunakan Material Kardus dan Kayu

Bisa dibilang, Gatot sudah tertarik melukis sejak kecil. “Almarhum kakak gue juga pelukis, dan gue ingin meneruskan jejak beliau,” kata seniman yang memenangkan Indonesian Art Award (IAA) tahun 2018 ini.

Sejak serius menekuni seni pada tahun 2016, sudah beragam kompetisi yang diikuti Gatot. Namun, salah satu yang paling berkesan buatnya adalah kemenangan pada ajang UOB Painting of The Year 2016. Di momen itu, Gatot berhasil membuat karya menggunakan media kayu setelah beberapa kali gagal.

Pada karya Right or Wrong My Home yang membawanya pada kemenangan di UOB 2016, Gatot memotong-motong medium kayu sesuai pola dan bentuk. Kemudian, ditumpuk satu sama lain dan diwarnai.

Kuss Indarto, salah satu juri dalam ajang kompetisi tersebut mengutarakan, inilah nilai lebih Gatot dibanding karya-karya lainnya. Ada unsur kreativitas yang unik dan tema humanis tapi tetap humoris.

Karya yang memenangkan UOB Painting of The Year 2016, Right or Wrong My Home

Dalam lukisan tersebut, Gatot menggambarkan ke-absurd-an kondisi Indonesia yang tetap memandang teror sebagai sesuatu yang santai. Ini terinspirasi dari kejadian teror bom Sarinah 2016 lalu.

Tema-tema serupa terus dibawakan Gatot dengan keceriaan warna dan material kayu yang saat ini menjadi karakter khasnya. Dalam karya terbaru bertajuk “Yellow Ball” yang dipamerkan di UOB ArtSpace Art Jakarta 2019, ia menampilkan suasana penumpang kereta KRL yang dipenuhi orang-orang setelah pulang kerja. 

Karya yang dipamerkan di UOB ArtSpace Art Jakarta 2019

Mereka sibuk dengan gadget masing-masing dengan emoji-emoji berterbangan di udara. “Konsep karya ini menggambarkan banyak orang kesepian di tengah keramaian, budaya tegur sapa yang mulai hilang, dan sekarang ini orang-orang lebih cenderung mengekspresikan dirinya lewat smartphone ketimbang bersosial dengan sekitarnya,” papar seniman yang dulu bercita-cita sebagai ABRI ini.

 

Terus Berinovasi Kunci Eksistensi

Ditanya soal tantangan tersebar menjadi seniman di Indonesia, Gatot menjawab lugas kalau inovasi dan konsistensi adalah dua hal yang paling menantang. Sejauh ini, ia mengaku sering dikenal sebagai seniman yang “bermain-main” dengan kayu dan kardus. Tapi, di masa depan, ia nggak mau terjebak di dunia nyaman, karena tren di dunia seni selalu berubah.

Seperti bumi yang selalu berputar, perubahan pasti terjadi. Diakuinya, ketika mencoba sesuatu yang baru selalu akan ada tingkat kesulitan. Saat mencoba kayu misalnya, pemilihan harus jeli. Ada kecenderungan kayu bisa berjamur, rayap, dan teknik pengolahan yang harus signifikan supaya tidak mengganggu hasil yang ingin didapatkan. “Gue selalu menggunakan alat manual seperti craft tools bukan laser cut,” demikian penjelasannya.

Permainan material bisa saja berubah, namun bisa dibilang inspirasi Gatot dalam berkarya sejauh ini tidak pernah berubah. Lingkungan sekitar, isu kehidupan sosial, hal-hal sederhana yang biasa ditemui dalam keseharian sering menjadi ide utama buatnya dalam berkarya.

Kalau orang sering menyebut era saat ini sebagai momen di mana manusia kebanjiran informasi, justru Gatot menganggapnya sebagai sebuah keuntungan. Kemudahan media informasi membuat siapa saja bisa mengakses berita di mana saja dan kapan saja. Seharusnya, ini menjadi jalan buat para seniman Indonesia untuk mengembangkan kreativitasnya secara maksimal. Pun, begitu buat Gatot pribadi, kreativitas bukanlah tantangan terbesar buat para seniman Indonesia, melainkan bagaimana agar bisa konsisten menghasilkan karya yang jujur dan berkualitas.

“Mempertahankan kejujuran dan berkarya sesuai kemampuan adalah tantangan terberat yang harus saya jalani dalam berkesenian sampai hari ini,” tambah Gatot. Di masa depan, ia berencana untuk menghadirkan lagi buku cerita anak untuk segala umur dengan ilustrasi manual yang bersumber dari budaya Indonesia.

 

Comments
THIAS HASTININGSIH
Seperti bumi yang selalu berputar, perubahan pasti terjadi. Diakuinya, ketika mencoba sesuatu yang baru selalu akan ada tingkat kesulitan. Saat mencoba kayu misalnya, pemilihan harus jeli. Ada kecenderungan kayu bisa berjamur, rayap, dan teknik pengolahan yang harus signifikan supaya tidak mengganggu hasil yang ingin didapatkan. “Gue selalu menggunakan alat manual seperti craft tools bukan laser cut,” demikian penjelasannya.
Selvi eyang surun
Good good..