Trending
Minggu, 11 Agustus 2019

Berkeliling Semesta Lewat Planetarium-nya Jirapah

  • Share
  • fb-share
Berkeliling Semesta Lewat Planetarium-nya Jirapah

Ada kabar baik nih buat lo yang selama ini menunggu kapan Jirapah ngeluarin album perdananya. Penantian panjang lo terjawab sudah! Pertengahan tahun ini Jirapah akhirnya menelurkan album perdana  bertajuk Planetarium.

Band yang digawangi oleh Ken Jenie, Mar Galo, Yudhistira Agato, dan Nico Gozali ini memang dikenal slow dalam berkarya. Mungkin karena buat keempat personelnya, Jirapah sendiri adalah medium untuk mencurahkan ide-ide personalnya.

 

Kebosanan yang Menjadi Pemicu Berkarya

Kebosanan hidup, rutinitas harian yang fana dan banal adalah hal-hal yang memotivasi mereka dalam berkarya. Kalau kata Ken, “Bermain musik itu sesuatu yang menyenangkan.” Bisa jadi kalau sesuatu terus-menerus dilakukan jadi kehilangan keistimewaannya? Mungkin…

Anyway, Planetarium adalah sesuatu yang istimewa, bukan hanya dibikin dari hasil kontemplasi yang panjang--dimana beberapa lagu dalam album ini dibuat dalam kurun waktu 3-4 tahun, melainkan mood lagunya yang bikin lo yang dengerin seakan masuk ke dimensi lain.

Selama ini Ken bisa dibilang “otak” dari semua pembuatan lirik-lirik lagu Jirapah

Menembus angkasa, menyaksikan bintang-bintang lalu bertemu Matahari. Musiknya bikin pendengar “trance” dengan cara semestinya. Sebenarnya nggak terlalu heran sih, karena lagu-lagu Jirapah sebelumnya juga selalu menghipnotis terutama dari sisi instrumennya, seperti lubang hitam yang mengisap lo masuk ke dalam dengan sukarela.

Masing-masing personel punya kesibukannya sendiri, harapannya dengan dirilisnya album Planetarium, mereka bisa lebih konsenstrasi pada perkembangan musik Jirapah

Coba deh lo dengerin balik Crowns dan Muto, pasti feel-nya bakalan sama dengan Matahari. “Matahari adalah lagu mengenai waktu dan kenangan yang cepat berlalu dan seringkali terlupakan,” demikian penjelasan Ken.

Ken menjelaskan lebih lanjut, saat menulis lagu tersebut--baik instrumentasi atau melodi vokal, memang sengaja dibikin supaya nuansa sendu, bahagia, bingung, dan kepastian terdengar dalam waktu yang bersamaan.

Video klipnya juga mendukung pesan yang ingin disampaikan. Mengambil lokasi di planetarium Cikini dengan pengambilan gambar yang smooth dan mobilitas model dalam video klip yang konstan, benar-benar membahasakan lirik lagunya:

Kau terlihat
Bagai suatu pengingat
Waktu yang terlewat

Jumpa dalam sesaat
Nyata melekat

Pusara kenangan membuat lo terjebak dalam semesta yang lo bangun dari puing-puing memori. Lo kira lo udah keluar, nyatanya lo masih berada di ruang yang itu-itu saja. Semua jalan, belokan, maupun kelokan akan membuat lo teringat pada adegan yang sama.

Nggak heran sih, kalau Matahari pas banget lo dengerin sambil berkontemplasi. Melupakan deadline kerjaan, kemumetan persoalan hidup, sembari menggali lebih dalam, apa sih yang sebenarnya ingin lo lakukan dalam hidup?

 

Ketertarikan Terhadap Astronomi Menjadi Inspirasi

Ketertarikan akan astronomi menjadi salah satu inspirasi pembuatan album Planetarium

Total ada 9 track di album Planetarium, 7 lagu dan dua lainnya adalah intro dan outro. Beberapa lagu dalam Planetarium sudah pernah dibawakan sebelumnya ketika manggung. Nah, versi yang terekam di album ini adalah versi definitifnya. 

Ngomongin soal kenapa judul albumnya adalah “Planetarium”, Ken dan teman-teman bercerita bila keempatnya punya ketertarikan terhadap astronomi dan astrofisika. “‘Planetarium’ di sini jadi semacam ‘teater’ untuk ketertarikan kami terhadap alam semesta, dan album ini juga bisa dibilang panggung untuk ide dan perspektif Jirapah terhadap hidup dan bermusik,” ujar Ken.

 

Ritme yang Berbeda dalam Proses Pembuatan Album

Berbeda dengan lagu-lagu terdahulu, Planetarium diciptakan saat band ini menetap di Jakarta. Jadi, sedikit berbeda dengan lagu-lagu sebelumnya dimana Ken lebih mendominasi perihal ide dan dulu masih menetap di luar negeri. Makanya, ritme Jakarta memiliki pengaruh terbesar dalam penggarapan album ini, terutama dalam penggunaan bahasa Indonesia.

“Dalam proses menulis lagu, biasanya gue akan bernyanyi dengan bahasa Inggris ngasal di awal, tetapi kali ini gue berusaha membuat lagu dengan ritme dan pelafalan bahasa Indonesia. Setelah itu, Mar akan menulis liriknya. Kalau dilihat dari proses yang demikian, “Planetarium” akan jadi kumpulan lagu-lagu Jirapah yang secara komposisi berpusat kepada vokal,” cerita Ken.

 

Harapan Jirapah Untuk ke Depan

Ada harapan yang tidak memaksakan ketika album Planetarium diluncurkan. Kalau buat Nico dan Yudhistira, semoga saja ke-slow-an Jirapah sedikit berkurang sehingga bisa lebih aktif, siapa tahu bisa main di festival-festival besar baik di dalam maupun luar negeri.

Keempatnya mengaku, sejauh ini adanya Jirapah lebih untuk output kreatif aja, masih jauh kalau untuk mau dijadikan sumber penghasilan. Menjaring pendengar juga tidak ada dalam agenda utama mereka.

“Tentunya ada keinginan untuk didengar teman-teman, tapi dalam proses bikin lagu, kami lebih memainkan apa yang kami suka, tidak ada pemikiran harus bikin sesuatu yang disukai massa,” jelas Mar.

Sejatinya Jirapah seneng banget kalau musiknya ngena di telinga pendengar, tetapi itu bukan acuan. “Bagi saya, berkarya adalah cara kami untuk mencurahkan ide-ide yang cukup personal, jadi saya berharap ide-ide tersebut bisa tersampaikan ke pendengar dengan jujur,” tutup band yang punya ritual makan Sate Khas Senayan ini. 

So, Urbaners, buat lo yang penasaran dengan curahan hati dan idenya Jirapah langsung aja dengerin lagunya. Pas banget untuk menemani lo berkontemplasi dan mempertanyakan arti hidup!

 

Comments
nicolas filbert tandun
Kebosanan yang Menjadi Pemicu Berkarya
ANI YUNITA
Kebosanan yang Menjadi Pemicu Berkarya