Trending
Senin, 09 September 2019

Dali Susanto: Inspirasi Cubism ala Picasso Berhasil Membawanya ke Selandia Baru

  • Share
  • fb-share
Dali Susanto: Inspirasi Cubism ala Picasso Berhasil Membawanya ke Selandia Baru

Hidup dan meniti karir sebagai seorang seni rupa di negeri orang bukan hal yang mudah. Namun, Dali Susanto, seniman asal Jogja, berhasil membuktikan diri dengan kerja keras dan kreativitas yang nggak terbatas. Karya lukisnya kerap dipajang di pameran ataupun galeri seni terkemuka di Selandia Baru.

Bagaimana cerita Dali membangun namanya di negeri orang? Apa yang menjadi inspirasi Dali dalam melukis? Biar nggak penasaran, yuk simak ulasan lengkapnya di sini!

 

Berawal dari Lomba Melukis di Selandia Baru

Pameran karya lukis Dali di Napier Hawke's Bay New Zealand mencuri perhatian pengunjung

Dunia seni rupa memang bukan hal baru bagi Dali Susanto. Seniman asal kota gudeg yang akrab disapa Dali ini sejak kecil sudah akrab dengan seni. Ia lahir dan besar di lingkup keluarga yang juga berkiprah di kesenian. Ayah, ibu, kakek, dan neneknya merupakan pengrajin batik di Kota Yogyakarta. Sejak kecil, ia selalu diajak belajar dan berpraktik langsung dengan orang tua dan saudara-saudaranya.

Pada tahun 2007, Dali mulai merantau ke Selandia Baru untuk mengikuti sang istri yang merupakan warga negara di sana. Awalnya, ia mencari pekerjaan informal di sektor perkebunan dan ritel. Setelah lebih dari 6 tahun bekerja di supermarket dan kebun apel, Dali mulai berpikir untuk kembali menekuni dunia seni rupa yang menjadi passion dan cita-citanya. Iseng-iseng, pria berambut gimbal ini mencoba mengikuti lomba melukis yang diadakan di daerah tempat tinggalnya.

Dali kemudian mengumpulkan karya seni lukisnya, bersaing dengan lebih dari 100 peserta lain. Nggak disangka-sangka, setelah melalui seleksi dan tahapan yang ketat, nama Dali berhasil masuk 3 besar dalam perlombaan tersebut. Nggak lama setelah itu, pihak penyelenggara lomba kemudian menghubungi Dali untuk menawarkan kesempatan memamerkan karyanya lewat pameran. Tanpa ragu, ia menjawab: ya!

“Dalam benakku, kesempatan hanya datang sekali, so I have to make the most of it. Kira-kira butuh waktu tiga bulan untuk menyelesaikan karya-karyaku untuk pameran. Pameran perdana waktu itu berjalan sukses dan beberapa karya juga terjual, rasanya seneng banget sekaligus bangga, karena orang-orang di Selandia Baru sangat mengapresiasi karyaku,” ujarnya.

 

Picasso dan Batik Jadi Inspirasi Lukisan

Salah satu lukisan favorit karya Dali yang berjudul: Will You Still Love Me Tomorrow?

Melihat karya seni Dali, mungkin lo bakal teringat dengan aliran kubisme yang dipopulerkan oleh Picasso. Pelukis asal Spanyol tersebut memang salah satu inspirasi utama Dali dalam melukis. Tapi, nggak cuma itu, Urbaners, Dali juga memasukkan pola-pola kain batik yang sejak kecil sering ia lihat. Ia memilih aliran tersebut karena sejak kecil ia sudah menggemari style melukis Picasso dan corak pada kain batik. Kini, lukisan Dali punya signature style yang sangat khas: gambar abstrak yang selalu ditemani dengan campuran pemilihan warna-warni.

Meniti karir di luar negeri tentu berbeda dengan meniti karir seni di Indonesia. Dali pun sangat merasakan hal ini. Tantangan terbesarnya justru datang dari segi bahasa dan bagaimana terus berupaya untuk mencari galeri seni yang mau memajang hasil karyanya. Bahasa menjadi kendala utama karena Dali harus mampu menguasai bahasa negara setempat sebagai media komunikasi dengan para kolektor lukisan atau penggemar karya lukisnya. Selain itu, dibutuhkan juga ide kreatif yang harus terus di-upgrade supaya karyanya tetap fresh dan nggak monoton.

 

Mengolah Barang Bekas Menjadi Karya Seni

Media tas bekas digunakan sebagai alat untuk menuangkan ide dalam lukisan

Salah satu keunikan karya lukis Dali terletak pada kepiawaiannya memanfaatkan barang-barang bekas menjadi produk seni yang unik dan menarik. Ia ingin menekankan bahwa barang bekas tidak selamanya jelek atau rusak. Untungnya, sangat mudah berkreasi dengan barang bekas, karena di Selandia Baru, terdapat banyak toko-toko ataupun bazaar yang khusus menjual barang bekas layak pakai.

“Saya sendiri adalah seorang pencinta secondhand product. Saya selalu percaya bahwa barang-barang bekas itu punya second chance. Sering aku melihat produk bekas yang masih bagus. Kalau kita bisa memolesnya menjadi karya yang menarik, maka pasti orang lain juga bakal menyukai barang tersebut. Aku suka menggunakan media sofa, gergaji, talenan, dan tas kulit bekas untuk berekspresi dan membuat lukisan melalui medium tersebut,” tutur Dali.

Untuk melakukan itu, Dali mengaku bahwa tantangan utamanya adalah memastikan konsistensi cat agar tidak luntur atau pecah. Dengan medium yang memiliki berbagai tekstur, Dali harus bekerja dengan sangat teliti, karena setiap sapuan cat akan sangat mempengaruhi hasil akhir lukisan.

Sebagian besar karya lukis Dali memiliki warna-warna yang cerah, kontras, dan tajam. Proses melukisnya pun terbilang unik karena banyak karya yang ia kerjakan secara spontan - tanpa sketsa atau perencanaan terlebih dahulu. Ia mengaku, sering mendapatkan ide lukisan dari pengalaman pribadinya, terutama berkaitan dengan kehidupan cinta. Tema dan pesan yang tersirat dari lukisannya banyak menceritakan tentang kehidupan cinta dan sehari-hari.

 

Seniman Yang Produktif

Dali tengah berbincang dengan pengunjung pameran karyanya di Selandia Baru

Dali memang tergolong seniman lukis yang cukup produktif. Sampai saat ini, Dali sudah menyelesaikan lebih dari 60 karya. Bahkan, sebagian lukisannya sudah terjual sebelum dipamerkan di galeri seni maupun pameran.

Nggak cepat berpuas diri, Dali masih menyimpan cita-cita lebih besar untuk karirnya. Salah satu keinginan terbesarnya adalah membuat karya lukis di atas meja tua dari produk kayu daur ulang. Ia juga bermimpi besar untuk kembali ke Jogja suatu hari nanti, dan bisa mengadakan pameran tunggal di kota kelahirannya.

 

Comments
Putra ragil
Mantap guys
Nasiban
Mantap woyy