Trending
Kamis, 09 Mei 2019

Iwan Harmaen: Sang Maestro Bersenjata Pensil

  • Share
  • fb-share
Iwan Harmaen: Sang Maestro Bersenjata Pensil

Apa yang bisa lo lakukan dengan sebuah pensil, Urbaners? Ya, menggambar, salah satunya. Itu pula yang dilakukan oleh Iwan Harmaen, pencil artist asal Tasik, Jawa Barat. Bersenjatakan pensil, Iwan mampu menciptakan gambar serupa foto. Guratan pensilnya seolah hidup, menampilkan mimik wajah secara nyata pada permukaan kertas.

 

Mengasah Bakat secara Autodidak

Iwan menemukan minat menggambar ketika duduk di bangku sekolah dasar. Berawal dari meniru gambar karakter kartun Dragon Ball, ia kemudian tekun berlatih sambil diam-diam setia memperhatikan cara kerja pamannya yang adalah seorang pelukis.

“Saya cuma lihat-lihat saja bagaimana paman melukis. Nggak berani tanya-tanya, malu,” ucap Iwan dengan logat Sunda yang kentara.

Sempat kehilangan minat selama SMP, Iwan kembali menggambar saat memasuki jenjang pendidikan selanjutnya. Ia pun mulai aktif menciptakan karya untuk dipajang di mading sekolah. Aliran realis pun memikat hatinya saat menempuh perkuliahan. Bermodalkan tekad kuat, Iwan mempelajarinya secara otodidak.

“Waktu kuliah itu baru ditekuni. Nggak pernah sekolah seni atau ikut kursus. Paling belajar di komunitas yang ada di Facebook atau lihat-lihat tutorial di YouTube,” ujarnya.

Melalui Facebook, Iwan mengaku juga belajar banyak hal untuk membuat gambar realis dengan idolanya, Toni Hariyanto. Dengan menggabungkan teknik menggambar yang didapat dari sejumlah pelukis kondang, ia berhasil menemukan ciri khasnya sendiri.

Menggambar kini seolah telah mendarah daging dalam diri Iwan. Ia seperti masuk ke dunianya sendiri dan enggan berhenti setiap sudah memulai kegiatan favoritnya tersebut.

 

Mulai Menjajakan Karya demi Menghidupi Diri

Mulai Menjajakan Karya demi Menghidupi Diri

Sebagai mahasiswa perantau, Iwan yang saat itu kuliah di Bandung mulai enggan membebani orang tua. Demi menghidupi diri sendiri, pada 2010, ia mulai membuka jasa menggambar untuk teman-temannya dengan imbalan uang yang bersifat sukarela.

“Teman-teman ada yang ingin digambar. Ya sudah, dicoba saja. Mereka kasih uang sekitar Rp20 ribu,” ungkap Iwan.

Nggak puas sampai di situ, ia lalu memberanikan diri menjajakan gambar karikatur yang dibuatnya di pinggiran jalan. Pada waktu itu, Iwan belum siap memasarkan lukisan realis lantaran masih butuh waktu lama untuk merampungkannya.

Sepi peminat pada pekan pertama berjualan tak menghalangi Iwan untuk terus berusaha menjajakan hasil karya. Keteguhannya pun akhirnya membuahkan hasil. Gambar karikatur yang dijajakannya seharga Rp100-150 ribu laris manis!

Pada tahun 2013, Iwan pun merasa sudah siap dan mulai mencoba menawarkan lukisan realis kepada masyarakat luas. Berkat kemajuan teknologi dan informasi, ia menyediakan jasa gambar karikatur dan realis melalui blog dan Instagram.

Kini, peminat gambarnya seolah tiada habis-habis. Mereka, yang berasal dari daerah di seluruh Indonesia--bahkan luar negeri--tak jarang harus rela berada dalam daftar waiting list demi mendapatkan karya Iwan, baik berupa karikatur hingga lukisan realis yang dibuat dengan pensil maupun teknik watercolor. Keren banget, ya Urbaners?

Mulai Menjajakan Karya demi Menghidupi Diri

Iwan membanderol karyanya dengan harga Rp300-700 ribu, bergantung pada jenis, ukuran, hingga jumlah obyek yang digambar. Dalam sebulan, rata-rata ia mengantongi Rp 12 juta dari hasil menggambar.

“Saya juga nggak melulu terus menggambar. Sekarang, dalam sehari, paling satu atau dua gambarlah. Saya luangkan waktu juga untuk libur, untuk menghabiskan waktu sama keluarga, anak-anak,” kata Iwan.

Dalam setiap perjalanan tentu ada suatu hal yang paling berkesan di sela-selanya. Begitu pula yang terjadi dalam perjalanan Iwan sebagai pelukis ulung. Iwan nggak akan pernah lupa pada momen saat Ridwan Kamil terkesan dan ingin membeli hasil karyanya.

Mulai Menjajakan Karya demi Menghidupi Diri

Saat itu, Iwan menghidupkan wajah lelaki yang akrab disapa Kang Emil tersebut dalam guratan pensil dan mengunggahnya di Instagram. Nggak disangka, Gubernur Jawa Barat itu menyampaikan keinginan melalui kolom komentar untuk membelinya!

“Saya nggak mau gambarnya dibeli. Nggak apa-apa nggak dibeli, tapi saya ingin ketemu. Akhirnya, Januari tahun lalu ketemu, sempat ngobrol dan foto bareng. Alhamdulillah, dapat pujian. Diminta sama seorang Kang Emil saja sudah bangga. Katanya sih, gambarnya dipajang di ruang kerja,” paparnya.

Dunia yang telah serba digital, tak terkecuali dalam dunia menggambar, membuat Iwan sempat ingin mengikuti arus. Hanya saja, tuntutan untuk terus melayani pesanan gambar membuatnya nggak rela kalau harus meluangkan banyak waktu demi fokus dan mengasah kemampuan mempelajari hal baru.

Alhasil, dibanding beralih ke teknik digital, Iwan lebih memilih untuk memaksimalkan apa yang sudah ia tekuni selama ini. Dengan kian mengasah kemampuan dan menonjolkan ciri khas dalam gambarnya, ia mantap untuk terus maju sebagai seniman bersenjata pensil.

 

Bercita-cita Membuka Kursus Gambar

Bakat yang telah matang dan berhasil menghasilkan pundi-pundi uang nggak membuat Iwan berpuas hati. Ia ingin membagikan ilmu dan keahliannya kepada kalangan luas yang punya minat menggambar.

Ya, Iwan bercita-cita hendak membuka kursus menggambar. Hanya saja, ia mengaku perlu lebih dulu menyiapkan beberapa hal sebelum mewujudkannya.

“Menunggu waktu yang pas karena produksi berarti mesti dikurangi, kan. Saya juga belum punya semacam kurikulum atau apa saja yang harus diberikan kepada peserta terutama yang pemula karena saya kan otodidak, ya,” ujarnya.

Bercita-cita Membuka Kursus Gambar

Menutup perbincangan, Iwan menyampaikan kiat bagi lo semua yang sedang maupun akan belajar menggambar.

“Jangan buru-buru mengincar materi atau ingin menjadikannya sebuah usaha. Lebih baik fokus dulu belajar, dibuat matang. Sebab, sekarang persaingannya lumayan. Mending kualitas dikejar dulu, baru terjun ke dunia usaha,” tutur Iwan.

Selain itu, menurut Iwan, ketekunan dan kegigihan dalam belajar juga menjadi hal yang penting dalam proses belajar menggambar, terlebih bagi lo yang melakukannya secara autodidak.

“Tantangan terbesar yang saya hadapi selama ini, namanya autodidak, kan, jadi formulanya harus dicari sendiri, nggak minta sama orang lain. Harus dicoba berkali-kali sampai ketemu yang pas. Kalau kursus, kan, dikasih tahu cara atau teknik yang benar,” tandas Iwan Harmaen.

Nah, jadi kalau lo pingin mengembangkan bakat lo, jangan takut untuk mencoba dan berlatih dengan tekun ya, Urbaners. Proses kreatif pastinya bakal membutuhkan waktu dan kerja keras. Keep up the good work!

Comments
Susiana Saputri
Mantap banget
ADITYA RIZA ALFANDY
“Jangan buru-buru mengincar materi atau ingin menjadikannya sebuah usaha. Lebih baik fokus dulu belajar, dibuat matang. Sebab, sekarang persaingannya lumayan. Mending kualitas dikejar dulu, baru terjun ke dunia usaha,” tutur Iwan.