Trending
Senin, 09 September 2019

Wendy Pratama, Sosok di Balik Komunitas Pendidikan Kreatif

  • Share
  • fb-share
Wendy Pratama, Sosok di Balik Komunitas Pendidikan Kreatif

Wendy yang lulus dari jurusan Arsitektur, Institut Teknologi Bandung, nggak pernah nyangka bakal mendirikan sebuah komunitas pendidikan. Lulus kuliah di tahun 2013, Wendy dihadapkan pada realita bahwa pembelajaran yang ia dapat di bangku kuliah nggak selamanya bisa langsung diaplikasikan dalam dunia kerja. Gap antara teori dan eksekusi itu ia rasakan sendiri.

Dalam sebuah wawancara podcast, Wendy bercerita ketika ia ingin membantu ibunya membangun rumah. Tentu saja, Wendy mampu membuat desain rumah untuk ibunya, tapi ketika masuk di ranah eksekusi, ia kelabakan menghitung biaya, nyari kontraktor yang pas, dan hal-hal operasional lain terkait proyek tersebut.

Tantangan itu mendorongnya untuk brainstorming dengan lingkaran orang-orang sekitarnya. Hasilnya, Ia justru mendengar banyak pengakuan yang serupa dengan kesusahannya sendiri. Dari situlah, Wendy mulai ngembangin gagasan tentang suatu platform komunitas pendidikan kreatif sebagai tawaran solusi atas gap yang ada.

 

Tim Salah Jurusan?

Wendy dalam salah satu sesi lesson yang ia bawakan

Dalam pandangan umum, lulusan arsitektur selayaknya menjadi arsitek. Tapi alih-alih nyari pekerjaan sebagai arsitek, Wendy milih jadi pengusaha di industri pendidikan kreatif. Apakah Wendy salah jurusan?

“Gue sih menolak tesis tentang ‘salah jurusan’. Kurikulum pendidikan, terutama di kampus-kampus besar, lebih ngutamain pendekatan konseptual, lebih cocok menghasilkan lulusan yang jadi pakar dan hanya sedikit yang jadi praktisi. Dari semua yang belajar arsitektur, paling cuma 10% yang benar-benar jadi arsitek" jelas Wendy.

Wendy merasakannya sendiri saat ia terlibat dalam sebuah proyek internship di Bali. Wendy yang selama kuliah diajarkan untuk membuat desain arsitektur ideal, malah harus berhadapan dengan kasus seperti bagaimana cara membuat sambungan dari lantai langsung ke plafon, bagaimana membuat desain dengan dana minim, bagaimana membangun dengan memperhatikan aspek tata guna lahan, dan sekelumit permasalahan lain yang nggak pernah ia temui di kuliahan.

So Urbaners, no such thing as salah jurusan, ya. Kurikulumnya lah yang nggak cukup aplikatif. Itu kritik Wendy terhadap pendidikan Indonesia. Menurut Wendy, lulus kuliah 4 tahun bukan berarti lo harus selesai belajar. Justru ada banyak hal yang gak lo temuin di kampus atau masih perlu lo explore lewat pendidikan informal lainnya.

Dari eksplorasi berbagai hal yang dipelajari itu, lo akan menemukan mana yang benar-benar menjadi passion lo. Seperti Wendy yang akhirnya lebih tertarik untuk ngatasin keresahannya dan membawanya pada Lingkaran.

 

Wendy dan Citra Baru Seorang Headmaster

Wendy dan Tim Lingkaran berfoto bersama di acara ulang tahun Lingkaran yang ke-4

Pernah nggak Urbaners melihat kepala sekolah yang milenial, muda, luwes berinteraksi, dengan pembawaan style yang simple dan keren seperti Wendy? Ya, kepala sekolah, lo gak salah baca! Selain founder, Wendy juga didaulat jadi headmaster di Lingkaran. Ini tentunya membawa transformasi wajah profesi atau jabatan kepala sekolah yang dulunya dipandang hanya diperuntukkan bagi para senior.

Dengan jabatan sebagai founder dan kepala sekolah, Wendy bertanggung jawab  mulai dari managerial, business development, penyusunan kurikulum dan silabus, pemasaran, bahkan hingga memilih dan menyeleksi mentor Lingkaran

 

Menuju Platform Aplikasi Digital Lingkaran

Wendy saat mengikuti salah satu workshop dalam rangkaian kegiatan EFGAward 2019

Dulunya, Wendy sempat mengalami kesulitan dalam mensosialisasikan Lingkaran dan belum berpikir untuk membawa platform ini ke ranah bisnis.

"Awalnya, ini tuh benar-benar proyek idealisme gue. Gue bahkan nggak mikirin biayanya." ujar Wendy. Tidak heran kalau di kelas-kelas awal yang diprakarsai Lingkaran, Wendy ngundang para mentor yang adalah kenalannya sendiri.

Seiring waktu, Lingkaran dirasa membawa manfaat besar. Proyek idealisme itupun mulai berfokus pada investasi, profesionalisme, dan bisnis. Mentor-mentor yang dihadirkan pun variatif dan tentunya mahir di bidangnya. Lingkaran lalu mendeklarasikan diri sebagai platform yang membantu para founder dan talent yang ingin ngembangin diri, terutama di industri kreatif dan digital.

Tanggal 27 September nanti, Lingkaran akan memasuki tahun kelimanya. Dalam rentang waktu itu, Lingkaran telah memprakarsai 550 program edukasi, 578 kegiatan program kolaborasi, serta sudah memiliki lebih dari 5 ribu pelajar, dan tentunya menginspirasi ratusan ribu orang lainnya.

Baru-baru ini, Wendy dan timnya sempat mewakili Lingkaran dalam The Investment Ready Program 2019 di Munich, Jerman. Di kompetisi tersebut, mereka memperebutkan EFG Award dan dana investasi sebesar 40 ribu EUR.

Lingkaran belum berhasil memenangkan dana investasi tersebut, namun dari presentasi mereka, dapat diketahui bahwa ke depannya Lingkaran bermaksud membuat digital prototype untuk program pendidikan kreatifnya. Wah, kita tunggu saja gebrakan Lingkaran sambil doain semoga platform ini segera mendapatkan investor yang memiliki visi selaras.

Gimana Urbaners? Sudah cukup dapat inspirasi untuk nyari jalan keluar dari keresahan-keresahan yang lo alami seperti Wendy? Buat lo yang ingin mengetahui informasi lanjut mengenai Wendy, lo bisa akses lewat akun Instagram-nya @wndprtm.

 

Comments
SRI YAYA ASTUTI
Dalam sebuah wawancara podcast, Wendy bercerita ketika ia ingin membantu ibunya membangun rumah. Tentu saja, Wendy mampu membuat desain rumah untuk ibunya, tapi ketika masuk di ranah eksekusi, ia kelabakan menghitung biaya, nyari kontraktor yang pas, dan hal-hal operasional lain terkait proyek tersebut.
Fitra Abimanyu
Inspiratif