Trending
Kamis, 11 Juli 2019

Hening Sejenak bersama Adjie Santosoputro

  • Share
  • fb-share
Hening Sejenak bersama Adjie Santosoputro

Ketika sedih karena patah hati, ingatlah: ‘Ini pun akan berlalu’.
Ketika gembira karena jatuh cinta, ingatlah: ‘Ini pun akan berlalu.’
Kaya-miskin, sukses-gagal, bertemu-berpisah, ‘Ini pun akan berlalu.’
Yang selalu ingat perihal ‘Ini pun akan berlalu’, batinnya perlahan akan pulih dari luka.

Apa yang lo rasakan waktu membaca quote ini? Situasinya gue banget? Lalu seperti mendapat jawaban atas pertanyaan-pertanyaan lo selama ini?

Urbaners, itulah cara Adjie Santosoputro berbagi tentang isu kesehatan mental kepada para follower-nya di Instagram. Topik-topik kesehatan mental yang makin menjadi perhatian belakangan ini, ditulisnya dalam bahasa yang nyeni tapi sangat sehari-hari. Lepas dari istilah medis yang rumit, semakin banyak followers yang tertarik karena mereka mendapatkan penjelasan dengan kata-kata yang gamblang dan mudah dipahami.

"Saya berusaha membagikan isu kesehatan mental dengan seringan mungkin dalam tulisan-tulisan saya di media sosial. Sebab, kesehatan mental itu bukan sesuatu yang ‘di atas’ tapi sangat sehari-hari. Saya banyak mendengarkan masalah-masalah mereka, dan dalam quotes saya melepas teori-teori yang kaku," ujar pria yang dikenal sebagai praktisi Mindfulness dan Emotional Healing ini.

 

Membangun Jeda Wellnest karena Pengalaman Masa Kecil

Adjie dalam salah satu sesi pelatihannya

Adjie tergerak mendalami masalah kesehatan mental selepas kuliah dari Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, sekitar 15 tahun lalu. Ia mengamati, orang Indonesia masih fokus pada kesehatan fisik. Banyak orang nggak sadar dirinya sedang mengalami gangguan kesehatan mental.

"Mengalami perpisahan, perceraian, sakit hati, patah hati, penolakan, itu dianggap sebagai hal yang normal. Padahal, itu akan membuat batin terluka dan perlu disembuhkan. Kalau dibiarkan begitu saja, bisa merambat ke hal-hal yang lebih luas," ungkap Adjie.

Ia sendiri awalnya nggak sadar dirinya mengalami gangguan kesehatan mental. Adjie dibesarkan di lingkungan keluarga yang broken home. Dirinya dipenuhi kemarahan akibat lingkungan rumah yang nggak nyaman. Namun ia meremehkan cidera-cidera mentalnya, baik di rumah maupun di sekolah, yang justru menimbulkan luka batin di jangka panjang.

Menurutnya, hanya ketika orang berhenti menyangkal bahwa ada yang salah dengan dirinya, mereka bisa mulai mengatasi gangguan mentalnya. Sebagian alasannya kuliah di fakultas  psikologi pun adalah karena ia ingin mengenal dirinya sendiri.

Kelak, Adjie memahami bahwa ia akan lebih mudah belajar kalau mengajar orang lain. Bermodal niat yang kuat untuk berbagi, ia mendirikan SukhaCitta. Kemudian, ia yang mengubah namanya menjadi Santosha Emotional Healing Center. Perusahaan ini mengelola sesi pelatihan, seminar, dan konsultasi yang berkaitan dengan hidup bahagia dan menyembuhkan luka batin, melalui pendekatan “mindfulness”.

Santosha kini mengelola sesi pelatihan Adjie di luar kota seperti Semarang, Malang, Surabaya, Bandung, Jogjakarta, atau Bali. Setahun belakangan, ia mendirikan Jeda Wellnest, pusat pelatihan kesehatan mental yang merupakan proyek kolaborasi dengan sejumlah teman yang memiliki kepedulian yang sama. Mental health center yang berlokasi di jalan KH Wahid Hasyim, Menteng, Jakarta Pusat, ini memberikan sesi pelatihan meditasi dan mindfulness buat siapa aja.

 

Mengajak Masyarakat untuk Mempraktikkan Mindfulness

Adjie ingin masyarakat Indonesia lebih memerhatikan pentingnya kesehatan mental

Sederhananya, mindfulness adalah melatih pikiran agar sadar secara penuh dan hadir secara utuh di sini-kini. Tubuh di sini, pikiran juga beristirahat di sini. Bukan tubuh di saat ini, tapi pikiran melamun ke masa lalu maupun mengembara ke masa depan.

Sebagai praktisi mindfulness, sejak 2010 Adjie sering diundang dan diminta berbagi melalui pelatihan, seminar, konsultasi kepada orang-orang yang merasa membutuhkan solusi untuk meningkatkan fokus dan produktivitas kerja, menciptakan hidup bahagia dan tenang, dan mengelola stres.

Menurutnya, iImu yang ia pelajari adalah ilmu yang “timur banget”. Dalam  ilmu kesehatan timur, baik sakit fisik maupun sakit mental memerlukan istirahat untuk penyembuhannya. Dunia masa kini yang selalu menyanjung kerja mati-matian itu sebenarnya berpotensi mengganggu kesehatan mental. Melalui meditasi, ia ingin mengajak orang untuk mengistirahatkan pikiran.

Hal ini sedikit banyak berkaitan dengan pilihan bersama sang istri untuk selalu berbusana putih. Secara filosofis, putih mengingatkan pada situasi yang plong atau lega. Putih juga mengingatkan dirinya untuk jujur pada diri sendiri. Kotoran akan segera terlihat pada baju putih. Namun, putih juga menjadi atas pilihan hidup minimalisme dan esensialisme.

“Jadi kami berdua mengurangi jumlah baju yang kami punya, karena dulu saya orang yang sangat rewel soal penampilan dan saya menghabiskan banyak energi untuk mengurusi penampilan. Maka sekian tahun ini, saya menyederhanakan hidup saya dalam soal berpakaian,” cetusnya.

Adjie juga banyak sharing melalui media sosial. Sejak Maret 2012, ia mulai menulis blog, yang kelak menghasilkan buku berjudul “Sejenak Hening” dan “Sadar Penuh Hadir Utuh”. Ia membuat sesi offline dengan membangun komunitas Ruang Napas. Komunitas ini rutin menggelar sharing untuk anggota dengan beragam topik dengan narasumber yang berbeda-beda.

 

Menyerap Banyak Pelajaran ketika Membangun Jeda dan Komunitas

Dengan membangun komunitas Ruang Napas, Adjie banyak belajar dari orang-orang yang ditemuinya. Ia juga banyak belajar dari teman-teman yang mempelajari hal yang berbeda sehingga membuatnya kaya akan ilmu yang terkait kesehatan mental.

"Saya belajar bahwa saya nggak sendiri dalam menghadapi masalah hidup. Situasi yang ingin saya bangun dalam aktivitas saya dengan Jeda adalah, teman-teman yang merasa sedih nggak merasa sendirian, karena itu kunci penting dalam kesehatan mental," ucap pria yang dekat dengan ibundanya ini.

Sesi yang dibawakan santai dan tenang, bertujuan membantu kita memahami akar permasalahan isu kejiwaan

Dalam momen berbagi, ada dua hal yang ingin ia suarakan. Pertama, mengajak orang untuk nggak malu berkonsultasi ke psikolog atau psikiater. Banyak anggapan di masyarakat bahwa hanya orang yang “sakit jiwa” atau cacat mental yang perlu ke psikolog/psikiater. Padahal, setiap orang yang ingin menjaga kesehatan mental juga memerlukannya. Selain menghapus stigma, Adjie juga ingin mengampanyekan “kotak” P3K untuk menyehatkan mental.

"Kalau sakit secara fisik, selalu ada kotak P3K untuk menanganinya. Maka saya selalu memberi saran, bekalilah dirimu dengan P3K kesehatan mental. Sehingga ketika ada masalah nggak perlu langsung ke profesional, tapi juga bisa merawat diri sendiri,” ungkap Adjie.

Ia bersyukur semakin banyak orang yang mengaku sangat terbantu dengan ilmu yang ia bagikan, meskipun perlu proses. Mereka mengaku lebih lega, dan lebih tenang dalam hidupnya.  Ada yang mengaku nggak gampang kambuh maag atau migrainnya. Maag menurut Adjie berasal dari rasa cemas atau ketakutan akan masa depan. Ada juga yang relasinya dengan pasangan menjadi cair.

Ketika sedang jenuh, ia biasanya akan rehat dari segala aktivitas rutin. Berhenti sejenak untuk keluar dari rutinitas itu penting, karena rutinitas membuat kita seperti robot. Biasanya, ia juga menarik diri dari media sosial selama beberapa hari untuk membatasi interaksinya dengan orang lain. Adjie memilih berinteraksi dengan dirinya sendiri atau bermain musik untuk menghimpun energi baru.

Comments
ADITYA RIZA ALFANDY
"Mengalami perpisahan, perceraian, sakit hati, patah hati, penolakan, itu dianggap sebagai hal yang normal. Padahal, itu akan membuat batin terluka dan perlu disembuhkan. Kalau dibiarkan begitu saja, bisa merambat ke hal-hal yang lebih luas," ungkap Adjie.
Asep hidayatulah
Artikelnya bagus